Terinspirasi komposter tenaga surya karya Andrew Joewono yang berhasil meraih juara ke-3 lomba Teknologi Tepat Guna tingkat kota Surabaya, Dimas Fredy Arisandy mahasiswa Teknik Elektro UKWMS menyempurnakannya.
“Kelemahan dari komposter tenaga surya itu adalah di bagian pencacahan dan pengadukan sampah bahan baku yang masih manual, sehingga makan waktu dan tenaga lebih. Versi ini lebih otomatis untuk setiap tahapannya,” papar Dimas Fredy Arisandy jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
Penelitian dan ujicoba dilakukan selama lima bulan. Dan yang tersulit adalah bagian mekanik dari alat pencacah sekaligus pengaduk yang terdapat di dalam komposter. Semula Dimas mencoba menggunakan besi yang disambung dengan mata gergaji, namun gagal.
Dimas mencoba kembali dengan menggunakan plat besi berketebalan 5cm yang sisinya dipertajam dan disepuh oli. Penyepuhan oli dilakukan untuk membuat mata pisau pemotong menjadi lebih keras.
Penyepuhan saja ternyata belum cukup, dan dimas Kemudian menambahkan pisau tambahan pada bagian dalam tabung penampung bahan baku kompos.
“Jadi cara kerjanya seperti gunting yang akan mencincang sampah hingga berukuran sangat kecil, setelah pemrosesan selama tujuh hari nonstop, kompos siap dipergunakan,” kata Dimas.
Komposter karya Dimas dinyatakan berhasil menyempurnakan sistem otomasi dari komposter karya pembimbingnya. Sayangnya, Dimas belum berhasil membuatnya bekerja dengan tenaga surya.
Alat inovasi ramah lingkungan itu dibuat dari besi bekas yang diperoleh Dimas di sekitar bengkel tempatnya bekerja. Bentuknya seperti tabung horisontal yang disangga dengan empat kaki lengkap dengan roda.
Meski belum berhasil membuat alat temuannya bekerja dengan tenaga surya. Namun, tanpa sengaja Dimas justru menemukan bahwa alat inovasinya dapat berfungsi ganda.
“Alat ini dapat dipergunakan untuk memproduksi pakan ternak terfermentasi, jadi pemiliknya bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari pakan ternak maupun kompos yang dihasilkan,” kata Dimas mantab.
Jika ditanya biaya untuk memproduksi komposter fungsi ganda karyanya, Dimas merasa kebingungan lantaran dirinya banyak memanfaatkan barang bekas maupun alat pinjaman dari teman maupun laboratorium kampus. Tapi dlama hitungan kasarnya karya Dimas membutuhkan dana antara 5 juta hingga 10 juta rupiah.
Sementara itu ditegaskan Andrew dosen sekaligus pembimbing skripsi dan tugas akhir Dimas, bahwa karya Dimas memang patut diacungi jempol meski masih butuh disempurnakan lagi. Termasuk pemasangan kipas.
“Kipas itu dibutuhkan untuk menjaga agar adonan kompos tetap berada pada suhu ruang, karena bakteri yang digunakan untuk membuat kompos hanya bisa hidup pada suhu tertentu,” pungkas Andrew selaku dosen sekaligus pembimbing skripsi Dimas pada suarasurabaya.net, Kamis (22/9/2016).(tok/rst)