Budi Karya Sumadi Menteri Perhubungan mengimbau seluruh operator bus tidak mempermainkan klakson yang saat ini menjadi viral dengan tagar #Om Telolet Om.
“Kami melihat kegiatan itu sesuatu yang menyenangkan tapi membahayakan, untuk itu kami mengimbau supaya operator bus jangan membuat itu sebagai suatu pertunjukan baru yang bisa mencelakakan masyarakat,” kata menteri usai memberikan sambutan pada Penganugerahaan Penghargaan Keselamatan Transportasi di Jakarta, Rabu (21/12/2016).
Dia akan mengkaji apakah ke depan akan memberlakukan pelarangan dengan pertimbangan dampak keselamatan berkendara. “Akan kami kaji,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55/2012 Tentang Kendaraan, aturan suara klakson pada Pasal 69 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2), paling rendah 83 delapan desiBell (dB) dan paling tinggi 118 desiBell.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan, mengatakan, perlu dikaji apakah hal yang membahayakan itu berasal dari klaksonnya atau kegiatan anak-anak yang meminta supir menyalakan klakson itu.
Sebab menurut Ervan, selama tidak melebihi batas aturan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55/2012 Tentang Kendaraan, maka itu tidak termasuk pelanggaran.
“Kalau masih sesuai ketentuan, itu tidak akan menjadi polusi udara, tapi apakah memang dari kegiatan anak-anaknya,” katannya. Tapi dia mengatakan, memang ada tempat-tempat tertentu di mana klakson dilarang untuk dibunyikan secara keras, seperti di sekolah dan rumah ibadah.
“Kalau itu memang dipasang marka, ini kita khan fenomenal, tapi memang jalan bukan tempat bermain anak-anak,” katanya. Ervan mengatakan hal ini mengingat tengah marak dan viral di media sosial anak-anak meminta sopir bus membunyikan klakson dengan frasa “Om Telolet Om”.
Kegiatan sederhana, yang mereka sebut membahagiakan itu, dilakukan anak-anak di Jepara, Jawa Tengah. Tapi belum dikaji apakah fenomena ini akan berdampak pada keselamatan berkendara.(ant/den)