Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) akan melakukan revisi aturan Paskibraka untuk menghindari adanya dwi kewarganegaraan dalam anggota pasukan tersebut.
“Kita akan evaluasi, jangan soal paspor dan soal lain juga. Kita akan selektif dan tidak boleh lagi ada faktor like dan dislike,” kata Imam Nahrawi Menpora di Gedung MPR RI, Jakarta pada Selasa (16/8/2016).
Menurut Imam, anggota Paskibraka yang akan bertugas di Istana Kepresidenan harus terpilih murni karena kemampuan dan kapabilitas di lapangan.
Imam mengatakan kendati dirinya tidak melihat adanya faktor pilih kasih, namun hal itu berpotensi dapat terjadi.
Oleh karena itu, ujar menteri, seleksi anggota Paskibraka Istana di tahun mendatang perlu diperketat secara teliti mulai dari penyeleksian di tingkat dua yaitu di kabupaten/kota.
Terkait kasus paspor Prancis yang dimiliki oleh salah satu calon anggota Paskibraka berinisial GNH, Menpora mengatakan siswi berusia 16 tahun tersebut tidak dapat ikut serta dalam Paskibraka untuk perayaan HUT Kemerdekaan 17 Agustus 2016 di Istana Kepresidenan.
“Kalau hadir ke Istana, pasti hadir sebagai undangan, sebagai bagian dari keluarga besar Paskibraka,” kata Imam.
Sebelumnya, GNH telah lolos dari seleksi tingkat kabupaten/kota untuk tim Paskibraka yang akan bertugas di Istana Kepresidenan pada peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-71.
Saat dimintai paspor untuk acara Duta Belia, panitia seleksi mendapatkan paspor Prancis milik GNH.
Selain paspor Prancis, menurut Imam, GNH juga memiliki surat izin menetap sementara di Indonesia hingga 2021.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Pasal 4 huruf d dan huruf e ditetapkan bahwa anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia kemudian anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
Sementara itu, Pasal 6 angka 1 berbunyi, “Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia, 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya”.
Sementara itu, Ketua Satgas Perlindungan Anak Muhammad Ihsan meminta panitia Paskibraka memperhatikan psikologis GNH yang dipermasalahkan kewarganegaraannya karena ayahnya berkewarganegaraan Prancis.
Ihsan, merujuk kepada UU No 12/2006 tersebut, mengatakan GNH belum memiliki kewarganegaraan sebenarnya karena masih berusia dibawah 18 tahun.
Dia juga meminta agar seleksi secara menyeluruh dilakukan sejak awal pemilihan dari tingkat kabupaten/kota sehingga kejadian seperti GNH tidak terulang.(ant/iss/ipg)