Kasus menyeret Hariyono Kades Desa Selok Awar-awar (non aktif), Kecamatan Pasirian, Lumajang, kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya. Kali ini, agendanya masih seputar keterangan saksi, dengan menghadirkan empat orang dalam perkara tambang pasir ilegal, Kamis (3/3/2016).
Mereka adalah Harmoko, Hariyono, Mad Dasir dan Kurniawan, yang memberikan kesaksian terhadap Khusnul Rofik dan Eriza Hardi Zakaria yang menyewakan alat berat pengerukan pasir ilegal di Desa Selok Awar-awar.
Dalam kesaksian Hariyono mengaburkan keterlibatan kedua terdakwa, karena dalam perjanjian penyewaan alat berat itu untuk pengerukan obyek wisata, bukan tambang pasir.
“Pak Rofik menghubungi saya secara pribadi, agar mau menggunakan alat beratnya, untuk pengerukan lahan yang dijadikan obyek wisata, dan nanti akan bagi hasil,” kata Hariyono kepada Efrans Basuning Hakim Anggota, Kamis (3/3/2016).
Mendengar kesaksian terdakwa, Efrans Basuning mempunyai pertimbangan lain lagi, terhadap terdakwa Rofik dan Risyal, karena keduanya melakukan persengkongkolan atau pemufakatan mencari keuntungan.
“Ini yang menjadikan pertimbangan nanti di hasil putusan akhir, mana yang harus dihukum berat dan mana tidak, mengenai keterlibatannya,” kata Efrans Basuning.
Suryono Pane penasehat hukum terdakwa Kusnul Rofiq dan Eriza Hardi Zakaria mengatakan, keterangan keempat saksi itu sudah jelas, bahwa kliennya itu tidak mengetahui sejak di perjanjian awal.
“Justru klien saya itu jadi korban, karena dalam perjanjian awal, sewa alat berat itu hanya pengerukan lahan untuk obyek wisata di sekitar Desa Selok Awar-awar,” kata Suryono Pane.
Kasus tambang pasir tersebut terungkap berawal dari perlawanan dari Salim Kancil dan Tosan yang menolak keberadaan tambang pasir di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang.
Penolakan itu berujung maut, Salim Kancil dibunuh dan Tosan dianiaya oleh sekelompok preman dari tim 12 atas perintah Hariyono Kepala Desa Selok Awar-awar (non aktif). (bry/ipg)