Kampung Wisata yang dulunya merupakan kawasan lokalisasi Dolly diharapkan bisa menjadi destinasi wisata kampung dengan ciri khasnya sendiri. Belajar dari kampung wisata di Yogyakarta, Tri Rismaharini Walikota Surabaya bertekat menghidupkan kembali roda perekonomian warga eks Lokalisasi.
“Anak-anak di Putat Jaya ini memiliki hak yang sama dengan anak-anak yang lain. Kemerdekaan mereka saat ini sudah kembali. Mereka bisa keluar rumah untuk belajar di rumah temannya. Dulu tidak bisa karena khawatir terjadi hal-hal yang buruk,” ujar Risma dalam sambutan peresmian kampung wisata di eks Dolly, Minggu (21/2/2016).
Selain mendorong menjadi kampung kreatif, Risma juga menyiapkan masa depan anak-anak di eks Lokalisasi itu. Salah satunya dengan membangunkan ruang melukis dan lapangan bola. Saat ini, setidaknya sudah ada klub sepak bola U-15 dan U-17 binaan Dinsos Kota Surabaya.
“Bekas Wisma dan tanah yang dibeli Pemkot Surabaya, tahun ini mulai dibangun taman dan lapangan bola. Tahun ini mulai dikerjakan,” katanya.
Risma juga berterima kasih kepada gerakan anak muda dari Gerakan Melukis Harapan dan Surabaya Creative Network yang sejak sebelum penutupan lokalisasi Dollu sudah bergerak berhadapan dengan masyarakat.
“Gerakan perubahan ini akan terus dilakukan. Saya berterima kasih kepada pemuda Surabaya yang merelakan waktu membangun masa depan kampung ini,” katanya.
Hafshoh Mubarak Koordinator Surabaya Creative Network mengatakan, saat ini yang terpenting dilakukan adalah merubah kampung Dolly menjadi kampung kreatif. Semua itu, dimulai dari Mural di Putat Jaya RT 5 RW 12.
“Gerakan Mural ini sebagai awal untuk perubahan kampung Dolly. Dahulu kampung ini menjadi Wisata negatif. Sekarang harus dimulai menjadi kampung wisata positif,” katanya.
Sementara itu, pantauan suarasurabaya.net di lokasi, suasana Wisata Kampung Kreatif di Eks Lokalisasi itu sepertinya belum bergeliat. Stand-stand aneka kreasi belum ada. Beberapa tukang becak yang ditunjuk sebagai becak wisata, juga belum tahu bagaimana mekanisme kerja mereka.
Slamet misalnya, tukang becak yang sehari-hari mangkal di Keputran itu juga belum tahu nanti rute becak wisata ini kemana saja. “Belum tahu. Saya tetap mangkal di Keputran seperti biasa,” katanya.
Begitu juga Harti (55) Warga Putat Jaya gang 3 mengatakan, sejak Dolly di tutup hingga sekarang, kondisi kampung masih sepi. Perubahan dari Kampung Kreatif belum terasa. Warung kopi yang banyak tumbuh juga sepi.
“Kampung ini semakin sepi. Usaha saya tukang cuci baju. Dulu sehari bisa dapat Rp100 ribu, sekarang Rp20 ribu saja sulit,” kata ibu lima anak ini.(bid/dwi)