Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Nur Alam Gubernur Sulawesi Tenggara sebagai tersangka, dalam perkara korupsi terkait pemberian izin eksplorasi di Kabupaten Buton dan Bombana.
“Berdasarkan perkembangan penyelidikan, kami menemukan tindak pidana korupsi dalam penerbitan surat izin tambang di Sulawesi Tenggara pada tahun 2009-2014,” kata Laode M Syarif Wakil Ketua KPK di gedung KPK Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Laode juga mengatakan, penyidik KPK telah menemukan dua alat bukti dan sedang diperbanyak lagi. Untuk itu, KPK menetapkan NA (Nur Alam) sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara sebagai tersangka.
Tersangka, kata Laode, diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang. Hal itu dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana.
Penerbitan surat-surat keputusan tersebut diduga tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Modusnya, menurut Laode, dengan mengeluarkan surat izin usaha pertambangan kepada orang atau perusahaan tertentu tapi dalam pelaksanaannya diketahui ada pemberian imbalan kepada penerbit izin.
“Modusnya sebenarnya tidak terlalu sophisticated, jadi seperti biasa saja, dan sering jadi modus yang sama kepada daerah-daerah yang punya sumber daya alam melimpah,” ungkap Laode.
Laode memperingatkan kepala daerah agar berhati-hati dalam mengeluarkan surat-surat izin usaha pertambangan (SIUP).
“KPK kembali mengingatkan kepada gubernur yang punya kewenangan karena SIUP sudah ditarik dari bupati ke tingkat provinsi, semoga hal tidak terjadi lagi,” ujar Laode.
Namun, KPK sampai saat ini belum menyimpulkan jumlah imbalan yang diduga diterima oleh Nur Alam.
“Untuk memperkaya diri sendiri itu sedang dihitung, tapi kami sudah dapat beberapa bukti transfer. Kami belum bisa mengeluarkan informasi karena masih diakumulasi, tapi jumlahnya cukup signifikan. Salah satu angka yang dipakai adalah laporan dari PPATK,” katanya seperti dilansir dari Antara.
Sementara itu, Laode juga menjelaskan, khusus kerugian negara pihaknya sedang dimintakan BPKP atau BPK untuk meminta perhitungannya.
KPK juga masih menyelidiki pihak-pihak yang memberikan imbalan dan belum menetapkan status hukumnya.
Selain menetapkan Nur Alam sebagai tersangka, KPK juga sudah melakukan penggeledahan di beberapa tempat di Kendari dan Jakarta terkait perkara ini. (ant/tit/iss)