Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa La Nyalla Mattalitti Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Timur di Kejaksaan Agung.
Pemeriksaan tersebut untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan RS Pendidikan Universitas Airlangga tahun anggaran 2007-2010 dan peningkatan sarana dan prasarana RS Pendidikan Unair 2009.
“Secara teknis lebih mudah jika penyidik yang ke sana ketimbang membawa tersangka ke KPK,” kata Priharsa Nugraha Kepala bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK di Jakarta, Selasa (21/6/2016).
Kemarin, Arminsyah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) datang ke gedung KPK untuk mengoordinasikan pemeriksaan tersebut.
“(La Nyalla) itu juga, oh iya besok akan diperiksa, La Nyalla oleh KPK besok. Saya serahkan ke KPK, apa KPK akan bawa ke sini, kita persilakan, apakah akan memeriksa di Kejagung, kita akan fasilitasi rencana besok,” kata Arminsyah pada Senin (20/6/2016).
La Nyalla sebelumnya pernah dimintai keterangan oleh KPK pada 11 Maret 2015 saat kasus ini masih dalam tingkat penyelidikan.
Perusahaan La Nyalla, PT Airlangga Tama Nusantara Sakti bersama dengan PT Pembangunan Perumahan (PP) adalah pemenang tender pembangunan proyek RS Unair tersebut.
RS Pendidikan Unair dibangun dengan lebih dari Rp300 miliar miliar dan mulai beroperasi pada pertengahan 2010.
Kerugian negara akibat kasus tersebut sekitar Rp85 miliar.
Dalam perkara ini, mantan rektor Unair Fasichul Lisan ditetapkan sebagai tersangka.
Fasich selaku rektor sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Unair diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan sangkaan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
La Nyalla juga tersangka kasus dugaan tipikor pembelian IPO (Initial Public Offering) Bank Jatim yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Total kerugian negara dalam kasus tersebut adalah Rp5,3 miliar pada 2012.(ant/iss/rst)