Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara agar menolak gratifikasi berkaitan jabatan yang berlawanan dengan tugas atau kewajibannya, menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1437 Hijriah.
Yuyuk Andriati Iskak Humas KPK mengatakan, tindakan menerima gratifikasi akan berisiko sanksi pidana sesuai UU 20/2001 jo. UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
“Kalau memang dalam keadaan tertentu terpaksa menerima gratifikasi, yang bersangkutan wajib melaporkan ke KPK dalam 30 hari kerja sejak diterimanya gratifikasi tersebut,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (24/6/2016).
KPK berharap, para pegawai negeri dan penyelenggara negara menjadi teladan bagi masyarakat dengan menolak dan menghindari permintaan maupun penerimaan gratifikasi dari rekanan, pengusaha, atau masyarakat yang berhubungan dengan jabatannya.
Yuyuk menjelaskan, Pasal 12B UU 20/2001 telah memuat klausul bahwa gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada PNS dan pejabat penyelenggara negara.
Bila bingkisan itu berupa makanan yang mudah kadaluarsa, mudah rusak dalam waktu singkat dan dalam jumlah wajar, KPK menganjurkan agar dapat disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak lain yang lebih membutuhkan.
“Pemberian itu tetap harus dilaporkan ke masing-masing instansi disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi penyerahannya. Lalu sesuai prosedur, masing-masing instansi yang melaporkan rekapitulasi penerimaan itu ke KPK,” kata Yuyuk.
KPK juga mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk tidak meminta dana atau hadiah sebagai tunjangan hari raya (THR) atau dengan sebutan lain, baik secara langsung ataupun tertulis kepada masyarakat atau perusahaan.
Sebab, tindakan itu merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang menjurus pada tindak pidana korupsi yang bisa menimbulkan benturan kepentingan atau menurunkan kepercayaan masyarakat.
“Soal penggunaan mobil dinas atau fasilitas lainnya untuk mudik, KPK mengimbau agar para pegawai negeri dan penyelenggara negara tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.
Secara khusus, kata Yuyuk, imbauan ini ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, ketua/pemimpin lembaga tinggi negara, ketua/pemimpin Komisi Negara, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, para menteri Kabinet Kerja, kepala lembaga pemerintahan nonkementerian, gubernur, bupati, wali kota, Direksi BUMN/BUMD, serta pemimpin perusahaan dan asosiasi/himpunan perusahaan di Indonesia.
“Kami harap para pemimpin lembaga negara atau institusi pemerintah dapat memberikan imbauan internal kepada pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya untuk menolak pemberian dalam bentuk apapun,” katanya.
Sementara bagi pemimpin perusahaan atau asosiasi usaha, KPK mengharapkan komitmen tidak memberikan sesuatu atau mengintruksikan pemberian gratifikasi, suap, atau uang pelicin dalam bentuk apapun.
KPK menekankan, bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi akan terancam pidana penjara seumur hidup, atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Pada 2015 lalu, KPK tekah menerima hampir 200 laporan gratifikasi dari sejumlah instansi pemerintah dan BUMN/BUMD. Gratifikasi dalam bentuk parsel lebaran ini, terdiri dari berbagai bentuk, mulai dari uang, makanan, voucher belanja, pakaian hingga perangkat elektronik dengan nilai total lebih dari 165 juta rupiah.(den/ipg)