Jaksa Pengacara Negara (JPN) mengajukan permohonan sita eksekusi aset Yayasan Supersemar kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“JPN telah mengajukan permohonan sita eksekusi,” kata Amir Yanto Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta seperti dilansir Antara.
Adapun aset yang dimintakan untuk dieksekusi adalah rekening, deposito dan giro di berbagai bank yang seluruhnya berjumlah 113 rekening, deposito dan giro.
Selanjutnya, dua bidang tanah dan bangunan seluas lebih kurang 16.000 meter persegi terletak di Bogor seluas lebih kurang 8.000 meter persegi dan Jakarta seluas lebih kurang 8.000 meter persegi.
“Serta enam kendaraan roda empat,” katanya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan mengizinkan proses sita paksa terhadap aset dari Yayasan Supersemar senilai Rp4,4 triliun, jika tuntutan tidak dipenuhi.
“Waktunya delapan hari untuk melaksanakan isi putusan,” kata Made Sutrisna Humas PN Jakarta Selatan di Jakarta.
Ia juga menjelaskan jika dalam waktu delapan hari tidak bisa terpenuhi atau kondisi tidak berubah, maka kejaksaan dipersilakan untuk melakukan penyitaan dan juru sita sudah ditunjuk.
Saat ini, Bambang Hartono Kuasa Hukum Supersemar juga sedang mangajukan gugatan perdata baru mengenai jumlah sebenarnya uang yang tidak sampai Rp4,4 triliun.
Namun, belum diketahui apakah gugatan tersebut disetujui oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelumnya, dalam Peninjauan Kembali yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada 8 Juli 2015, Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dolar AS dan Rp139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp4,4 triliun dengan kurs saat ini.
Pada tanggal 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Beasiswa Supersemar bersalah menyelewengkan dana dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. (ant/dwi)