Sabtu, 23 November 2024

Inilah Pengakuan Para Mahaguru Dimas Kanjeng

Laporan oleh Bruriy Susanto
Bagikan
Mahaguru Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Polda Jatim, Senin (7/11/2016). Foto : Bruriy suarasurabaya.net

Marno Sumarno alias Abah Holil yang disebut sebagai Mahaguru di Padepokan Dimas Kanjeng mengaku, selama ini dirinya bekerja sebagai kepala bengkel perawatan di Jakarta. Dia menjadi Mahaguru itu atas permintaan Vijay, seorang warga negara keturunan India yang disuruh oleh tersangka Taat Pribadi.

“Saya hanya disuruh duduk diam saja. Kalau ada nanya (pengikut Dimas Kanjeng, red) disuruh bilang sebagai Mahaguru pak Taat Pribadi,” kata Marno Sumarno, Senin (7/11/2016).

Dia disuruh diam karena takut melakukan kesalahan. Sebab, ada Mahaguru yang lebih tua dan disuruh untuk memimpin doa saat ada kegiatan acara istighotsah di Makassar, Madura, maupun Probolinggo.

Pria berusia 67 tahun ini mendapatkan bayaran dari Vijay untuk tiap kali mengikuti perintah Taat Pribadi. “Bayarannya lumayan buat beli rokok dan minum kopi, iya kadang Rp1 juta, kadang Rp2 juta aja gak banyak,” ujarnya.

Tidak berbeda, Abdul Karim alias Abah Sulaiman, pria yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan mengaku hidupnya selalu di jalanan (pemulung ataupun gelandangan, red) ini mengaku dirinya menjadi Mahaguru karena diminta oleh tersangka Vijay. Jika ada pengikut yang menanyakan, supaya mengaku sebagai Mahaguru di Padepokan Dimas Kanjeng.

“Saya diajak iya mau aja. Tidak tahu apa-apa. Yang penting dapat uang dan bisa buat isi perut,” kata Abdul Karim.

Kemudian, Murjang alias Abah Nogososro mengaku dirinya tidak mengetahui apapun, hanya diminta datang mengikuti, dan menghadiri istighotsah yang digelar oleh Taat Pribadi.

Taat Pribadi dan Vijay meminta Murjang mengaku sebagai Mahaguru jika ada pengikut yang bertanya.

“Terus terang saja, saya sekolah saja tidak. Tidak tahu apa-apa. Tahunya saya itu duit, dapat duit. Setelah itu pulang. Duitnya itu kadang Rp1 juta, juga Rp1,5 juta,” kata Murjang.

Murjang mengaku baru mengikuti Taat Pribadi selama lima bulan dengan lokasi yang berbeda karena diacak.

“Saya ikut sudah empat kali. Dua kali disini (Probolinggo, red). Dua lagi kadang di tempat berbeda (Makassar dan Madura, red). Pak Taat yang memberikan nama saat di lokasi kegiatan (istighotsah, red),” ujarnya.

Sedangkan, Ratim alias Abah Abdul Rohman, sebagai orang yang paling dituakan mengaku kalau selama ini bekerja sebagai seorang penjual di warung kopi. Dia juga diminta untuk mengaku sebagai Mahaguru, atas permintaan Vijay dan Taat Pribadi.

“Saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya disuruh untuk memimpin doa,” kata Ratim.

Tidak hanya itu, saat berada di depan pengikut Padepokan Dimas Kanjeng, Ratim juga diminta mengaku kalau keturunan seorang wali. Tapi, itu semuanya tergantung dimana lokasi acara istighotsah dilakukan.

“Kadang disuruh keturunan dari wali Sunan Ampel saat di Bangkalan, kadang disuruh mengaku keturunan Sunan Kalijaga dari Demak, saat ada di Padepokan Dimas Kanjeng yang di Makassar,” ujarnya.(bry/iss/ipg)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs