Jumat, 22 November 2024

Ini Jawaban Kenapa “Om Telolet Om” Jadi Beken di Media Sosial

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan
Ilustrasi

Frasa “Om Telolet Om” menjadi kado tahun baru dari Indonesia untuk trending topic worldwide. Musisi dan para tokoh dunia, tiba-tiba menoleh kehebohan Indonesia dengan “Om Telolet Om”nya.

Bagus Ani Putra, Pengajar Psikologi Sosial Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menilai, fenomena ini muncul karena need of leisure atau keinginan untuk mencari kesenangan yang bagi orang Indonesia “bahagia itu sederhana”.

“Bagi orang Indonesia, nonton pesawat saja sudah bahagia, nonton sepur bahagia, nonton bus sudah seneng ini bagian dari need of leisure,” kata Bagus ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Jumat (23/12/2016).

Menurut Bagus, masyarakat saat ini cenderung jenuh menghadapi banyaknya polemik pro dan kontra yang bekalangan membanjiri media sosial. “Om Telolet Om” inilah yang lantas dijadikan bahan untuk mencari kesenangan guna melepaskan diri dari kejenuhan menghadapi polemik pro dan kontra yang terus mengepung mereka.

“Entah karena berkaitan dengan bom atau polemik sosial lain. Ini yang lantas dimunculkan, mencari hal-hal sepele yang menghibur untuk melepaskan gempuran polemik itu sendiri,” ujar lulusan School of Psychology and Human Development, Faculty of Social Science and Humanity, Universitas Kebangsaan Malaysia ini.

Selain itu, fenomena “Om Telolet Om” merupakan bask in reflected glory atau sebuah upaya nebeng keren dengan memanfaatkan fenomena keren yang telah ada. “Banyak artis, tokoh yang kemudian nebeng atau menanggapi Om Telolet Om. Ini adalah bask in reflected glory , meningkatkan harga diri dengan cara nebeng dengan sesuatu yang sudah beken. Calon gubernur misalnya ikutan, begitu juga yang lainnya. Jadi nebeng keren,” kata dia.

Fenomena “Om Telolet Om” ini sebenarnya juga bisa berdampak negatif jika tidak hati-hati. Misalnya dari sisi keamanan, maka semakin besar kerumunan masyarakat yang melakukan gerakan “Om Telolet Om” di pinggir jalan maka secara psikologi massa akan menimbulkan dampak negatif.

“Selain rawan kecelakaan, kalau bergerombol dalam jumlah besar bisa memaksakan sesuatu di pinggir jalan. Karena ada tekanan massa, kalau tidak dikasih telolet oleh bus bisa dilempari,” ujar Bagus. Selain itu, dampak negatif dari fenomena ini tentunya adalah faktor kesehatan karena berdiri di pinggir jalan rentan terpapar polutan tak sehat.

Dalam kesempatan ini, Bagus juga mengatakan, fenomena semacam ini biasanya hanya akan bertahan paling lama enam bulan jika tidak dibarengi dengan upaya kreatif dari pihak-pihak tertentu.

Apalagi, sebelum menjadi viral, “Om Telolet Om” sebenarnya juga sudah lama beken di kawasan pantura. “Sebenarnya dari dulu sudah dikenal di Pantura, tapi sekarang menjadi viral karena media sosial,” kata dia. (fik)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs