Warga Desa Masangan Kulon dan Jumput Rejo, Sidoarjo nekat bertaruh nyawa dengan menyeberang jalan tol untuk menjalankan rutinitas mereka di sawah.
Mujiono warga Buduran Gresik pada suarasurabaya.net menceritakan, sebelum dibangun tol pada 1984, hamparan sawah memanjang mulai Pondok Wage sampai Desa Jumput Rejo.
Selain itu juga ada beberapa tembusan jalan. Misalnya dari Jumput Rejo bisa tembus ke Kecamatan Buduran dan Sukodono, Masangan Kulon bisa tembus ke akses jalan Gedangan dan Sukodono, dan dari Sukolegok bisa tembus akses ke Aloha.
Namun sekarang sekitar 20 meter pematang sawah harus terpotong jalan tol sejak 1986. Sebanyak 15 persen pematang sawah ada di timur tol sedangkan 65 persennya ada di barat tol.
Sehingga saat ini jarak antara desa yang dulunya dekat menjadi lebih jauh. Kata Mujiono, masyarakat yang ingin ke sawah harus berjalan sekitar 3,5-4 kilometer jika melewati jembatan penyeberangan. Namun jika memutar melewati jalan raya, warga harus berjalan sejauh 6-7 kilometer.
“Sungguh ini berat bagi warga karena jauh sekali. Jadi mereka berpikiran Ah gak popo nyeberang tol sing penting tolah toleh daripada mlaku adoh,” kata dia.
Mujiono mengaku, memang ada larangan untuk menyeberang di jalan tol. Tapi itulah beberapa alasan mengapa warga memilih nekat.
“Kalau bisa sih diberi saja rambu-rambu di lokasi Waspada banyak penyeberang jalan mendadak. Dan memang rutinitas penyeberang jalan di tol ini sudah terjadi sejak lama dan memang sering terjadi,” ujar dia. (dwi/ipg)