Indonesia saat ini masih kekurangan sekitar 700 pilot setiap tahun akibat pertumbuhan industri penerbangan yang semakin meningkat.
Wahyu Utomo, Kepala Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan, usai pelantikan 2.116 perwira transportasi di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curug, Tangerang, Kamis (8/9/2016), mengatakan, kebutuhan tersebut dihitung berdasarkan jumlah pesawat baru yang didatangkan setiap tahun, yaitu sekitar 70 unit.
“Satu pesawat itu minimal lima kru, ya sekitar 700, tapi itu belum ada yang pensiun pindah dan segala macam,” katanya dilansir Antara.
Yang dia maksud adalah jumlah manusia pengawak dalam satu set sedangkan satu pesawat terbang komersial memerlukan antara lima hingga 10 set manusia pengawak.
Di STIP Curug sendiri, lanjut dia, sudah mendatangkan 51 pesawat latih baik yang mesin tunggal, mesin ganda, dan helikopter yang membutuhkan banyak tenaga instruktur.
Khusus untuk pilot helikopter, sampai saat ini baru STIP Curug yang mampu menyelenggarakan pendidikan pilot helikopter itu. Pilot helikopter memerlukan masa pendidikan lebih lama lagi karena dia harus meraih ijasah pilot komersial mesin tunggal terlebih dulu.
Dengan demikian, dia mengatakan, banyak maskapai yang merekrut pilot asing untuk menutupi kebutuhan.
“Sasaran mereka bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga berjuang di ASEAN dalam rangka MEA,” katanya.
Namun, Utomo menilai kondisi itu juga ironis karena banyak lulusan sekolah-sekolah penerbang yang tidak terserap, yakni masih di kisaran 60 persen. Padahal biaya pendidikan sekolah penerbang bertengger di angka lebih dari Rp500 juta hingga lulus dalam masa pendidikan kurang dari tiga tahun.
Karena demikian mahal, maka banyak bank menjalin kerja sama pembiayaan dengan siswa ataupun sekolah penerbangan dengan skema pengembalian tertentu mengandalkan gaji sebagai pilot maskapai penerbangan nanti.
Menurut dia, banyaknya lulusan pilot yang tidak terserap, salah satunya karena pilot yang baru lulus berlomba-lomba menerbangkan pesawat terbang jet komersial dan enggan menerbangkan pesawat terbang komuter-turboprop.
Untuk itu, dia menuturkan pihaknya tengah mengusulkan pentahapan jenjang karir pilot agar dapat menerbangkan pesawat kecil sebelum menerbangkan pesawat berbadan sedang dan berbadan lebar.
Terkait kebutuhan pilot, menurut dia, bukan hanya pilot melainkan juga tenaga lainnya, seperti pengatur lalu lintas udara serta di sektor lain, seperti darat dan laut.
“Kalau menjawab soal pilot dilematis memang, dikatakan kurang ya kurang, dikatakan lebih ya lebih, karena itu saya sampaikan mengapa itu terjadi karena dibutuhkan pilot yang terverifikasi,” katanya.
Jika pilot bisa dicetak dalam waktu relatif singkat maka beda lagi dengan mekanik pesawat terbang sesuai rating dan kompleksitas kemampuan, yang memerlukan waktu pendidikan jauh lebih panjang. (ant/zha)