Predikat guru besar memang menjadi jabatan fungsional tertinggi. Tak heran, lahirnya guru besar baru pun menjadi harapan baru pula bagi perkembangan penelitian dan pengabdian masyarakat di sebuah institusi, tak terkecuali di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Hal ini yang disampaikan Prof Ir Joni Hermana MScES PhD Rektor ITS Surabaya, Rabu (7/9/2016) saat mengukuhkan tiga guru besar ITS di Grha Sepuluh Nopember ITS Surabaya.
Dalam acara yang dihadiri ratusan tamu undangan dari berbagai kalangan tersebut, Joni mengukuhkan Prof Dr Ir Aulia Siti Aisjah MT dari Jurusan Teknik Fisika sebagai guru besar ke-113, Prof Dr Ir Kuswandi DEA dari Jurusan Teknik Kimia guru besar ke-114, dan Prof Ir Muhammad Sigit Darmawan MEngSc PhD dari Program Studi D3 Teknik Sipil guru besar ke-115.
Ketiganya masing-masing meraih gelar profesor dalam bidang ilmu teknik fisika, termodinamika, dan struktur beton.
Dikatakan Joni, dengan dilantiknya tiga guru besar baru, ITS kini telah melahirkan 115 guru besar. Selain itu, ia turut menuturkan bahwa saat ini masih terdapat enam calon guru besar yang sedang dipersiapkan ITS. “Jumlah ini masih 40 persen dari total jumlah doktor yang dimiliki ITS,” kata Joni.
Meski persentasenya meningkat dari tahun sebelumnya, Joni mengaku bahwa jumlah tersebut masih jauh dari target ITS yakni 70 persen. “Untuk itu kami tak henti-hentinya mendorong para dosen di ITS agar terus mempersiapkan diri menjadi profesor,” tambah Joni.
Namun, Joni menegaskan bahwa bukan gelar profesor yang menjadi hal utama, namun karya intelektual yang dihasilkan sebagai profesor adalah yang terpenting.
Apalagi, kini ITS sudah berstatus Peguruan Tinggi Negeri – Badan Hukum (PTN-BH). “Sehingga kita dituntut untuk lebih berkontribusi kepada bangsa, salah satunya melalui pengabdian masyarakat dan publikasi penelitian,” jelasnya.
Demi mewujudkan hal tersebut, Joni menjelaskan bahwa ITS telah berusaha dengan mengembangkan pusat penelitiannya dan meningkatkan jumlah sumber daya yang mampu menghasilkan karya ilmiah. “Satu diantaranya melalui program pascasarjana. Untuk itu, ITS bahkan menyediakan beasiswa kepada lulusannya yang berprestasi untuk menempuh gelar S2 di ITS,” kata Joni.
Tak hanya itu, ITS juga menuntut para dosennya untuk aktif melakukan penelitian. Dijelaskan Joni, saat ini jumlah penelitian ITS yang ter-index scopus bertengger di posisi lima besar di Indonesia.
Untuk meningkatkannya, ITS mewajibkan seluruh dosennya melakukan penelitian, bahkan untuk dosen yang memiliki fungsi manajerial di kampus sekalipun. “Publikasi internasional karya ilmiah juga maksimal dilakukan dua tahun setelah penelitian,” pungkas Joni.(tok/dwi)