Kesadaran masyarakat untuk menghemat penggunaan air sampai saat ini masih minim. Dalam peringatan Hari Air Sedunia 22 Maret, sosialisasi pemanfaatan air secara bijak masih harus terus dilakukan.
Pemanfaatan air masih banyak didasarkan pada kebutuhan semata tanpa mempertimbangkan ketersediaan air itu sendiri. Dampaknya, air digunakan secara berlebihan karena ada anggapan bahwa masih banyak persediaan air.
“Padahal, ketersediaan air itu dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Sedangkan dari tahun ke tahun pertambahan manusia yang mengkonsumsi air terus meningkat. Tentu saja ini tidak boleh dibiarkan. Harus ada upaya-upaya untuk menghemat penggunaan air,” ujar Roni Ketua Tunas Hijau Indonesia.
Menghemat penggunaan air, atau lebih bijak menggunakan air, lanjut Roni menjadi satu diantara pilihan ketika sumber-sumber air semakin menurun debit airnya, atau bahkan berubah menjadi kering oleh karena pengaruh cuaca.
Bijak memanfaatkan air justru seharusnya jadi bagian dari gaya hidup masyarakat, sehingga berkurangnya sumber air atau menipisnya persediaan air bisa diantisipasi sejak dini oleh karena pemahaman bijak memanfaatkan air sudah dipahami.
“Bila perlu sejak usia dini, anak-anak diberikan pembekalan atau materi pelajaran tentang bijak memanfaatkan air tersebut. Sehingga ketika beranjak dewasa, mereka sudah mengetahui dan memahami konsep bijak memanfaatkan air. Ini penting dilakukan. Karena faktanya hingga hari ini kesadaran itu masih sangat minim,” kata Roni.
Sementara itu, Wawan Some aktivis lingkungan membenarkan bahwa kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan, termasuk bijak memanfaatkan air masih sangat minim.
“Perlu dilakukan penyadaran kepada masyarakat, termasuk generasi muda untuk sejak dini peduli dengan lingkungan. Demikian juga dengan bijak memanfaatkan air itu sebaiknya disosialisasikan sejak dini. Sosialisasi itu masih dibutuhkan,” kata Wawan Some, Selasa (22/3/2016).(tok/ipg)