Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim masih belum menemukan indikasi adanya peran tengkulak dalam meroketnya harga gula di Jatim.
Ardhy Prasetyawan Kepala Disperindag Provinsi Jatim mengatakan, masalah gula ini menjadi masalah nasional dan pihaknya masih cari penyebab utamanya termasuk peran tengkulak.
“Memang sekarang ini gula ada di pedagang besar dan eceran. Belum ditemukan penimbunan dan gula banyak keluar dari Jatim,” kata Ardhy pada Radio Suara Surabaya.
Kata Ardhy, saat ini harga gula pasir memang belum stabil. Harga gula di Surabaya berkisar antara Rp14 ribu-16 ribu perkilogramnya sedangkan di Jawa Timur rata-rata Rp15.400 perkilogramnya. Jika dibandingkan satu bulan lalu kenaikan harga gula cukup tinggi sekitar 20 persen.
“Kami akan gelar operas pasar dan subsidi ongkos angkut mulai 29 Mei mendatang untuk gula, tepung, beras dan mie goreng. Dan saat ini juga masuk musim giling sehingga diharapkan awal Juni harga gula sudah mulai turun,” katanya.
Untuk mengontrol harga gula, kata dia, pihaknya juga melakukan pengawasan tidak hanya ke gudang tapi juga ke sektor lain. “Rata-rata gudang gula sudah kosong. Track recordnya beberapa bulan terakhir masih normal, itu artinya gula sudah terdistribusi ke masyarakat,” ujar dia.
Ardhy menjelaskan, ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan untuk menekan harga gula. Diantaranya memberi imbauan pada pedagang untuk segera mengeluarkan stok gula mereka. Selain itu juga bisa melakukan pasar murah di beberapa daerah selama Ramadhan.
“Gubernur juga minta percepatan operasi pasar salah satunya untuk gula dengan harga sekitar Rp11 ribu perkilogramnya,” ujar dia.
Dengan digelarnya operasi pasar dalam kurun waktu 1 bulan ini, diharapkan harga gula akan turun. “Memang tidak mungkin langsung turun drastis karena biasanya menunggu stok habis. Kalau kulakannya murah, harga perkiraan bisa normal lagi kemungkinan butuh waktu 1 bulan,” ujarnya. (dwi)