Seto Mulyadi pakar pendidikan anak yang kerap dipanggil Kak Seto mengemukakan guru yang keren itu adalah guru yang memahami psikologi anak didik atau siswanya.
“Guru yang diimpikan siswanya itu adalah guru yang memperhatikan dan mengerti dunia anak-anak yang dididik, bahkan paham akan psikologi siswanya. Itulah sosok guru yang sukses, profesional dan keren,” kata Kak Seto ketika menjadi pembicara dalam Seminar “Peran Profesionalisme Guru dalam Menjawab Pendidikan Menuju Generasi Emas” di Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (24/5/2016).
Menurut dia, dunia anak adalah dunia bermain, karena itu cara mendidik anak haruslah dengan cara bermain, bukan dengan cara kekerasan seperti membentak atau meninggikan suara, bahkan marah-marah kepada siswa.
Dalam kaitan ini, Kak Seto menjelaskan lima ciri utama mendidik anak dengan cara bermain. Pertama, bermain didorong oleh motivasi dari diri sendiri, sehingga apa akan dilakukan anak memang betul-betul memuaskan dirinya, bukan karena iming-iming hadiah atau karena diperintah orang lain.
Kedua, lanjut Kak Seto, bermain dipilih secara benar sesuai keinginan anak. Ketiga, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan. Keempat, bermain tidak selalu harus menggambarkan hal yang sebenarnya, dan kelima, bermain senantiasa melibatkan peran serta aktif anak, baik secara fisik, psikologis maupun keduanya sekaligus.
Oleh karena itu, untuk bisa mendidik anak dengan bermain, seorang guru harus juga menjadi seorang pendongeng, penyanyi, bahkan pesulap.
“Mereka bukanlah orang dewasa ukuran mini, dunia mereka adalah dunia bermain. Anak, selain bertumbuh secara fisik ia juga berkembang secara psikologis, ia kreatif dan suka meniru,” ujarnya.
Selain memahami psikologi anak yang suka bermain, Kak Seto juga menekankan pentingnya melatih dan mengembangkan kemampuan anak. “Sebagai seorang pendidik yang baik pun, kita juga perlu serius melatih dan mengembangkan berbagai kemampuan seperti sikap rendah hati, ramah, sopan santun, kedisiplinan, juga kemampuan berbicara secara jelas, tegas, lancar, menarik, menyanyi, bergerak lincah dan gesit, serta yang paling penting adalah kreatif,” katanya.
Menyinggung maraknya kekerasan terhadap anak yang terjadi belakangan ini, Kak Seto mengatakan fenomena tersebut tak bisa dilepaskan dari didikan guru dan orang tua pada anak saat kecil. Contohnya, stereotype anak nakal yang identik dengan dijewer ibunya, dibentak bapaknya, dan dihukum gurunya.
Sementara itu, Rektor UMM, Fauzan, dalam sambutannya mengatakan kehadiran Kak Seto merupakan representasi tetesan embun di tengah dahaga masyarakat. Baginya, saat ini perkembangan psikologi pendidikan mengalami sakit agak parah karena faktor lingkungan. Karenanya kehadiran Kak Seto yang di masa lalu populer dengan yang disukai anak-anak, yaitu Si Komo bisa menjadi pencerahan bagi mahasiswa FKIP UMM.
Menurut Fauzan, peran guru tidak hanya di sekolah. Guru adalah perwakilan Tuhan dalam menegakkan norma-norma di masyarakat. “Dulu, guru itu priyayi. Guru memiliki strata sosial ekslusif, sederhana tapi memiliki kualitas yang tinggi,” ujarnya seperti dikutip Antara.
Fauzan juga menekankan pengaruh guru yang begitu besar dalam menentukan nilai-nilai di masyarakat. Indonesia menjadi negara konsumtif karena guru yang selalu memberi contoh pada para siswa dengan kata membeli, bukannya membuat.
“Yang sering jadi contoh dari guru yaitu Ibu membeli sayur”, “Adik membeli sepatu”. Harusnya ada revolusi, diganti dengan kata-kata semisal “Ayah membuat pabrik” agar secara psikologis terasa lebih gagah,” ujar Fauzan.(ant/ipg)