Soekarwo Gubernur Jawa Timur mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (UU Panas Bumi) dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) di Mahkamah Konstitusi.
“Pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UU Panas Bumi,” ujar Himawan Estu Bagijo kuasa hukum pemohon di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (24/2/2016) seperti dilansir Antara.
Adapun ketentuan-ketentuan tersebut menyebutkan bahwa pemerintah pusat memiliki kewenangan pemanfaatan tidak langsung atas panas bumi, yang meliputi kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, kawasan hutan konservasi, dan wilayah laut.
Pemohon juga merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan dalam Lampiran CC Angka 4 pada Sub-Urusan Energi Baru Terbarukan yang memuat pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
“Dalam lampiran tersebut menyatakan bahwa kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota sebatas menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas bumi,” ujar Himawan.
Hal ini menurut pemohon bertentangan dengan prinsip otonomi yang diberikan kepada daerah.
Himawan menjelaskan bahwa pembagian kewenangan pemanfaatan panas bumi tersebut seharusnya diberlakukan prinsip akuntabilitas, efisiensi, serta eksternalitas.
Namun, bila kewenangan hanya ada pemerintah pusat maka akan bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dilihat dengan jarak, luas, besaran, serta dampak dari pemanfaatan panas bumi.
Selain itu, pemohon juga menilai ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip efisiensi dilihat dari dampak manfaat yang didapat.
“Urusan panas bumi seharusnya diurus oleh semua satuan pemerintahan, sehingga terdapat keserasian antarsatuan pemerintahan,” pungkas Himawan. (ant/dwi)