Senapan-senapan terdiam di seluruh Suriah pada Sabtu (27/2/2016), menandai pemberlakuan gencatan senjata yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, sementara satuan tugas khusus yang dipimpin oleh Moskow dan Washington bersiap memantau gencatan senjata baru.
Tepat tengah malam, tembakan berhenti di daerah pinggiran sekitar ibu kota dan kota bagian timur Aleppo yang hancur, kata koresponden kantor berita AFP setelah sehari serangan udara Rusia ke benteng-benteng pertahanan pemberontak di seluruh negeri itu.
Kelompok pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyatakan suasana tenang di provinsi bagian utara Latakia dan provinsi bagian tengah Homs dan Hama.
Gencatan senjata di seluruh negeri itu merupakan jeda pertama dalam lima tahun perang sipil yang telah merenggut lebih dari 270.000 nyawa.
“Saya tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa saya senang perang berhenti, meski hanya beberapa menit,” kata Abdel Rahman Issa, tentara rezim berusia 24 tahun, dari medan perang di pinggiran timur Damaskus.
“Jika terus seperti ini, mungkin kami bisa pulang,” katanya, seperti dikutip Antara.
Staffan de Mistura utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pembicaraan perdamaian akan berlanjut 7 Maret jika kesepakatan bertahan dan lebih banyak bantuan dikirimkan–titik kunci dari perundingan untuk gencatan senjata.
Pertarungan tampaknya sudah “mereda”, katanya kepada para pewarta segera setelah tengah malam, menambahkan bahwa satuan tugas khusus akan bertemu di Jenewa untuk memantau gencatan senjata.
Moskow dan Washington, yang memimpin satuan tugas itu, sudah menyiapkan kantor untuk memantau gencatan senjata bersama dengan pusat operasi PBB.
“Poin pentingnya… adalah jika ada insiden akan dengan cepat dikendalikan dan diatasi,” kata de Mistura, menambahkan bahwa “respons militer seharusnya menjadi…pilihan terakhir.”
Upaya sebelumnya untuk mengakhiri kekerasan di Suriah telah gagal dan baik Rusia maupun Amerika Serikat sudah memperingatkan bahwa penghentian pertempuran darat akan sulit dilakukan.
Skeptisme
Para pengamat mempertanyakan apakah gencatan senjata bisa efektif di medan perang Suriah yang rumit, karena itu tidak melibatkan kelompok-kelompok bersenjata dari kelompok ISIS dan Fron Al-Nusra.
Bentrok berselang antara pasukan pro-rejim dan kedua kelompok itu terus berlanjut setelah tengah malam menurut Observatorium, demikian juga pertempuran antara kelompok Islam dan pasukan Kurdi.
Kurang dari satu jam sebelum gencatan senjata dimulai, Dewan Keamanan PBB memberikan dukungan bulat untuk gencatan senjata dalam satu resolusi yang disusun oleh Rusia dan Amerika Serikat.
Samantha Power Duta Besar Amerika Serikat mengakui bahwa ada “beberapa skeptisme” tentang apakah gencatan senjata itu bisa bertahan namun menyatakan bahwa itu menawarkan “peluang terbaik untuk mengurangi kekerasan.”
Juru bicara kepresidenan Turki menyampaikan kekhawatiran mereka mengenai gencatan senjata itu “karena berlanjutnya serangan udara Rusia dan serangan darat dari pasukan (Presiden Bashar al-) Assad”.
Rusia memulai serangan udara di Suriah pada September, menyatakan itu menyasar “teroris”, namun para kritikus menuduh Moskow menghantam pasukan pemberontak untuk mendukung rezim.
Gennady Gatilov Wakil Menteri Luar Negeri menyatakan kesepakatan itu bisa jadi “titik balik” dalam perang, bahkan saat pesawat-pesawat Rusia melancarkan gelombang serangan di daerah-daerah pemberontakan.
Observatorium melaporkan serangan udara Rusia pada Jumat di kubu pertahanan pemberontak seperti wilayah Ghouta Timur di luar Damaskus, provinsi bagian utara Homs dan provinsi bagian barat Aleppo.
Pemimpin kelompok pemantau yang berbasis di Inggris itu, Rami Abdel Rahman, mengatakan sedikitnya 40 anggota pasukan rezim tewas dalam pertempuran melawan pemberontak di bagian utara Latakia.
Tak ada jalan lain
Vladimir Putin Presiden Rusia bersikeras Moskow akan terus menyasar “kelompok-kelompok teroris.”
“Perang menentukan melawan mereka akan, tanpa ragu, terus berlanjut,” katanya saat menyampaikan sambutan yang disiarkan televisi.
“Tidak ada jalan lain.”
Moskow mendukung Assad dan Washington mendukung oposisi, tapi keduanya sama-sama mendorong gencatan senjata dihormati.
Berbicara di Washington pada Kamis, Presiden Barack Obama menaruh tanggung jawab itu pada pemerintah Suriah dan Rusia, mengatakan bahwa “dunia akan mengawasi” apakah mereka menjaga gencatan senjata.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Mark Toner mengatakan Washington sudah menerima jaminan dari Moskow bahwa mereka tidak akan mengebom “oposisi moderat” setelah gencatan senjata.
Iran, sekutu kunci Assad yang lain, menyatakan yakin rezim akan mematuhi kesepakatan.
Namun kelompok-kelompok di lapangan kurang optimistis, dan pemimpin Al-Nusra Mohammad al-Jolani pada Jumat mendesak penentang rezim mengintensifkan serangan.
“Perundingan adalah yang dilakukan di medan pertempuran,” katanya dalam pesan audio.
High Negotiations Committee (HNC), kelompok oposisi Suriah, pada Jumat (26/2/2016) mengatakan bahwa 97 faksi oposisi sudah sepakat “menghormati gencatan senjata sementara” tapi hanya untuk dua minggu awal.
Mereka menyatakan Damaskus dan sekutunya harus tidak menyerang pasukan-pasukan pemberontak “dengan dalih memerangi terorisme”.(ant/iss/tok)