Jumat, 22 November 2024
Upaya Bangun Hutan di Sekeliling TPA Benowo

Ditolak Dewan, Pemkot Bersikeras Bangun Kawasan Penyangga TPA Benowo

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Truk sampah masuk ke TPA Benowo untuk menyuplai sampah-sampah dari beberapa dari di Surabaya. Foto: Dok/Denza suarasurabaya.net

Meskipun pengajuan buffer zone (kawasan penyangga) berbentuk hutan di sekeliling Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo ditolak oleh DPRD Kota Surabaya, Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya bersikeras bahwa hal ini penting dilakukan.

Keberadaan buffer zone, kata Risma, perlu ada, sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 19/PRT/M/2012 Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir Sampah.

“Saya siap bicarakan kembali dengan dewan. Karena ini penting, sesuai standar Kementerian PU, harus ada. Sudah masuk RTRW juga,” katanya.

Risma menyebutkan, buffer zone ini juga sudah masuk dalam Peraturan Daerah (Perda) Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Surabaya Tahun 2014-2034.

Risma mengatakan, telah mematangkan pembangunan kawasan penyangga. Dia menjanjikan, hutan penyangga ini memiliki desain cantik yang lengkap dengan trek bersepeda.

“Jadi nanti selain memiliki fungsi utama sebagai kawasan penyangga, buffer zone juga dapat dimanfaatkan warga sebagai sarana edukasi dan rekreasi,” kata Risma ketika ditemui di Balai Kota, Kamis (6/10/2016).

Lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan buffer zone memang sangat luas. Setidaknya membutuhkan 37 hektare lahan untuk fungsi buffer zone yang mengelilingi TPA Benowo.

Risma menyadari keterbatasan anggaran Pemkot Surabaya, karena itu dia tidak berniat langsung membebaskan seluruh lahan tersebut.

“Rencananya kan kita cicil. Tahun ini 10 hektare dulu, tahun depan 10 hektare lagi. Bergantung ketersediaan anggaran. Jadi enggak langsung dibebaskan,” katanya.

Buffer zone setidaknya harus memiliki lebar 100 meter dari keseluruhan tepian TPA. Lahan selebar itu, rencananya akan ditinggikan setinggi satu meter untuk menanam pepohonan setinggi 10 meter.

Tujuannya, untuk membendung angin agar tidak langsung menerpa TPA, menetralisir bau, dan menyerap cairan lindi agar tidak mengganggu warga di sekitar.

“TPA Benowo ini sudah menjadi yang terbaik di Indonesia dan menjadi rujukan studi banding daerah lain. Tapi, saya ingin sempurnakan sesuai standar Kementerian PU,” kata Risma.

Dia juga mengatakan, di luar negeri, TPA bahkan diletakkan di tengah-tengah hutan. Dia mencontohkan TPA di Jerman. Menurutnya, semua TPA di Jerman ditempatkan di hutan.

Dia memgakui, model pengelolaan TPA di negara lain memang tidak bisa secara langsung diterapkan di Surabaya. Sebab jenis sampahnya berbeda.

“Di Jepang, perbandingan sampah organik dan non-organik berkisar 50:50. Di Surabaya sampah organik atau sampah basahnya mencapai 70 persen. Ini jadi masalah tersendiri,” katanya.

Sebelumnya, Vincencius Awey Anggota Badan Anggaran DPRD Kota Surabaya mengatakan, dirinyalah yang menolak anggaran itu pertama kali karena beberapa alasan. Salah satunya, Pemkot masih memiliki sisa lahan 2 hingga 3 hektar yang menganggur.

“Saya yang pertama kali menolak, karena menurut saya tidak efektif. Anggaran sebesar itu masih dibutuhkan di pos lain, misalnya Tempat Pemakaman Umum,” ujar Awey beberapa waktu lalu.

Awey mengatakan, anggaran sebesar Rp135 miliar untuk 10 hektare lahan dia nilai terlalu mahal. Bila dirinci, harga tanah yang akan dibebaskan Rp1,25 juta permeter persegi yang menurutnya terlalu mahal untuk lahan di sekitar tempat pembuangan sampah.(den/fik)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs