Patdono Suwignjo Dirjen Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kemenristek Dikti mengatakan, sebanyak 36 ribu tenaga dosen rumpun ilmu kesehatan belum bergelar S2. Bahkan ada dari mereka yang masih D3.
Padahal, masa transisi amanat Undang-undang Guru dan Dosen tahun 2005, dosen minimal harus S2, telah berakhir pada Desember 2015 lalu.
“Kemristek Dikti, memberikan kesempatan sekaligus memberikan tugas kepada perguruan tinggi yang dianggap mampu untuk membuka program magister di bidang kesehatan. Unusa sangat mampu untuk membuka magister kesehatan,” katanya usai melakukan visitasi di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Jumat (25/3/2016).
Patdono mengungkapkan, saatr ini baru ada 12 program magister untuk bidang kesehatan, yang tentu sangat kurang jika dibanding dengan 36 ribu tenaga dosen rumpun ilmu kesehatan yang belum S2.
“Solusi yang dijalankan Pemerintah adalah melalui program percepatan untuk membuka program magister baik keperawatan maupun kebidanan,” katanya.
Adapun konsekuensi yang diterima bagi dosen yang belum menempuh S2, antara lain, tunjangan sertifikasi akan dihentikan dan dipensiunkan.
“Kami belum menerapkan itu karena terbatasnya jumlah penyelenggara program magister di bidang kesehatan. Harapannya, jika jumlahnya sudah cukup banyak, maka aturan itu akan diterapkan,” katanya.
Patdono mengatakan, sebelum aturan itu diterapkan, dosen yang belum menempuh S2 akan diberikan kesempatan melalui berbagai cara, antara lain pemberian beasiswa secara selektif, pemberlakuan skema rekognisi pembelajaran lampau (RPL) dalam skema Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
“Beasiswa tentunya kompetitif. Ini bisa direkomendasikan oleh perguruan tinggi tempat dosen mengajar,” katanya. (bid)