Upacara minum teh khas Jepang atau Chanoyu ternyata sangat butuh konsentrasi dan hati yang tenang saat melakukannya. Jika tidak maka upacara minum teh akan mengalami kendala.
Tidak boleh dilakukan sembarangan, upacara minum teh ala Jepang ternyata butuh konsentrasi tinggi serta hati yang tenang. Jika tidak, maka upacara minum teh akan menemui kendala, sehingga upacara tradisional itu tidak dapat dinikmati sepenuhnya.
“Konsentrasi memang harus dilakukan. Mulai dari awal pelaksanaan upacara, sampai selesai harus tetap konsentrasi. Tapi yang juga tidak kalah pentingnya adalah hati yang tenang dan bersih saat melakukan upacara minum teh,” terang Mayumi Nomura.
Mayumi Nomura meski lahir di Indonesia, tetapi kemudian menempuh pendidikan di Jepang. Termasuk pendidikan upacara minum teh atau Chanoyu itu dipelajarinya di Jepang. Tak kurang dari 11 tahun, Mayumi belajar berbagai teknik Chanoyu.
Mulai dari bagaimana memilih teh hingga menggunakan cawan untuk para tetamu juga tidak lepas dari aturan serta ketentuan tradisional turun temurun yang ada sejak zaman kekaisaran Jepang.
“Sebagai tuan rumah, tentunya berharap upacara minum teh menjadi berkesan dan sesuai dengan tradisi serta ketentuan yang ada. Oleh karena itu, dibutuhkan konsentrasi, dan hati yang tenang. Karena setiap gerakan dalam upacara minum teh sudah ditenukan. Tidak bisa sembarangan,” tambah Mayumi.
Jika tidak konsentrasi dan hati tidak tenang, tidak jarang upacara minum teh yang semula diharapkan menciptakan keakraban, kerukunan dan kebersamaan berubah menjadi tidak menyenangkan.
Tidak hanya itu, Mayumi mengingatkan bahwa tidak jarang hal itu berpengaruh terhadap aroma dan rasa dari teh yang disajikan. “Itu kendala yang bisa saja terjadi, kalau hati tidak tenang dan tidak konsentrasi,” tukas Mayumi.
Difakultas Sastra Jepang Unitomo Surabaya, Mayumi mencoba menjadi tuan rumah pelaksanaan Chanoyu atau upacara minum teh yang juga mengundang beberapa dosen dan Bahrul Amiq Rektor Unitomo Surabaya.
“Semoga ini menjadi pengalaman baru bagi para mahasiswa Sastra Jepang sekaligus mendapaat pelajaran praktek langsung dari pakarnya. Ini penting bagi pengalaman para mahasiswa Sastra Jepang,” pungkas Bahrul Amiq saat ditemui suarasurabaya.net. (tok/rst)