Abdullah Azwar Anas Bupati Banyuwangi mengatakan, saat ini tengah berkonsentrasi memperbaiki reformasi birokrasi hingga pedesaan. Pembangunan sistem yang cepat, akuntabel dan memberi kepastian layanan kepada rakyat, menjadi tulang punggung Banyuwangi menatap tantangan 2017.
“Reformasi birokrasi sedang berjalan. Tanpa reformasi birokrasi, mungkin kami dehidrasi dalam melakukan perjalanan panjang ini. Sistem itu penting. Pariwisata tidak akan jalan tanpa reformasi birokrasi,” ujar Anas di hadapan tim Suara Surabaya Media di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Selasa (22/11/2016).
Anas mengatakan, inovasi pelayanan ini untuk kesejahteraan. Hal ini yang menjadikan tidak hanya pariwisata potensi Banyuwangi. Setahun ini ada 25 ribu orang berkunjung studi banding ke Banyuwangi tidak dalam hal pariwisata tapi untuk belajar membuat sistem akuntabilitas publik.
“Sistem keuangan di Banyuwangi ini juga direplikasi oleh Menpan RB jadi percontohan Nasional,” katanya.
Menurut Anas, sistem pelayanan publik yang dibangunnya diapresiasi oleh pemerintah pusat. Bahkan, BPK dan BPKP merekomendasikan daerah-daerah lain belajar ke Banyuwangi.
“Ada smart kampung di beberapa desa, seperti sudah terpasang fiber optik, pelayanan publiknya seperti perbankan. Pelayanan dibuka sampai jam 10 malam. Misalnya di Desa Tamansari,” katanya.
Dalam menjawab tantangan 2017, Anas terus menggenjot gerakan ekonomi kreatif. Sebab, menghadapi tahun 2017 bukan perkara mudah baginya. “Tahun depan sangat berat. Tren kekuatan ekonomi ada di daerah. Jakarta itu hanya portofolio, the real ekonomi ada di daerah,” katanya.
Inilah yang menjadi alasan Anas sejak awal pemerintahannya, tidak main di sumber daya alam, tapi bagaimana menggerakkan sektor jasa. Karena dengan begitu kekuatan ekonomi dari rakyat akan tumbuh.
Menurut Anas, tidak bisa membangun Banyuwangi hanya dengan mengandalkan pariwisata, karena berisiko tinggi. Karena era teknologi informasi yang semakin liberal, kepercayaan semakin rawan.
“Orang datang kalau tidak sesuai ekspektasi akan menghukum di media sosial. Kami sedang berkonsolidasi di daerah pedesaan. Kami latih 400 anak SMK yang nantinya terintegrasi dengan desa,” katanya.
Dengan mengembangkan desa, maka bisa menjadi portal bagi pengembangan ekonomi. Kewenangan diberikan ke tingkat kelurahan akan mempercepat pertumbuhan desa.
“Sehingga, jika kemarin, dana desa ditransfer Rp90 miliar, tahun depan kami transfer Rp143 miliar. Swmua ini, agar bisa teratasi problem desa. Kewenangannya langsung ke desa, uangnya sudah ada di desa,” katanya.
Anas menilai, Indonesia selama ini terlalu banyak memperhatikan kota, kurangnya memberi pembinaan pada desa bisa berakibat pada buruknya perekonomian suatu daerah. (bid/iss/ipg)