Minggu, 19 Januari 2025

Banyak Pengajuan Sertifikat Tanah Massal yang Tidak Lolos Verifikasi

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Suasana di Kantor Kelurahan Wonorejo saat proses verifikasi pengajuan sertifikat massal oleh Kantor Pertanahan Surabaya II, Rabu (14/12/2016). Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Sejak peresmian program sertifikasi massal surabaya oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, akhir September lalu, Kantor Pertanahan Surabaya II sudah menerima 700 pengajuan warga.

Sertifikasi tanah massal ini memudahkan warga dengan adanya pelayanan di masing-masing kantor kelurahan. Namun dengan syarat, minimal ada 10 bidang pengajuan.

Namun, dari semua pengajuan yang telah diterima Kantor Petanahan Surabaya II, baru sebagian kecil yang telah lolos verifikasi hingga menerima Surat Perintah Setor (SPS).

Ardi Rahendro Kepala Seksi Survei, Pengukuran, dan Pemetaan, Kantor Pertanahan Surabaya II mengatakan pengajuan yang telah terverifikasi hanya sebanyak 97 pengajuan dari total 700 pengajuan yang ada.

Ada 13 pengajuan di Gunung Anyar, 40 pengajuan di Wonorejo, dan 40 pengajuan di Kedung Baruk yang sudah terverifikasi. Para pemohon pun sudah menerima SPS.

“Kendalanya, riwayat tanah itu tidak nyambung. Antara data-data tanah di kelurahan dan data-data yang mereka miliki,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Rabu (14/12/2016).

Hal ini terjadi, biasanya atas tanah yang sudah mengalami jual beli bertingkat hingga tangan ketiga atau keempat dan seterusnya. Kantor pertanahan pun perlu mencermati riwayat tanah di Buku C kelurahan, dan meminta bukti-bukti dari pemilik.

“Biasanya jual beli ini di bawah tangan, tidak melalui notaris. Ini yang kita harapkan, supaya warga tidak terbebani Bea Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),” ujarnya.

Namun, pemohon sertifikat tanah tetap perlu menyerahkan bukti pembayaran Pajak Penghasilan (PPh). Sebab, sesuai dengan kesepakatan Menteri Keuangan dalam PP 34/2015 tentang pertanahan, PPh menjadi syarat wajib pengurusan tanah.

“Kalau tidak, nanti kami yang dikira menggelapkan pajak. Ya, kan?” Ujarnya.

Hanya saja, Ardi mengakui, selama ini warga belum banyak yang memahami peraturan. Padahal, peraturan itu menyiratkan bahwa PPh seharusnya merupakan beban yang harus ditanggung oleh penjual.

“Seharusnya penjual yang memenuhi pajak penghasilan. Yang dapat hasil dari jual beli tanah siapa? Sedangkan pembeli harus menanggung BPHTB,” katanya.

Perlu diketahui, Surabaya menjadi satu dari beberapa kota di Indonesia yang terpilih sebagai pilot project program sertifikasi massal.

Pemkot Surabaya menargetkan pada akhir 2017 mendatang, 224 ribu bidang tanah di Surabaya yang belum bersertifikat, seluruhnya sudah tersertifikatkan.(den/iss/rst)

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Minggu, 19 Januari 2025
25o
Kurs