Jamaludin Koordinator BPJS Watch Jatim mengatakan, hasil pantauan timnya, ada dua balita gizi buruk dirawat di RSUD Dr Soetomo.
“Kalau gizi buruk, semestinya sudah tertangani dengan KIS (Kartu Indonesia Sehat) atau BPJS Kesehatan kategori PBI (Penerima Bantuan Iuran). Tapi ternyata keduanya adalah pasien bayar mandiri,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Sabtu (12/3/2016).
Temuan adanya dua balita Surabaya gizi buruk sebagai pasien mandiri di RSUD Dr Soetomo membuat BPJS Watch menyimpulkan, masih ada kekurangan dalam pendataan BPJS PBI.
“Ini di kota sekelas Surabaya lho ya. Masih ada balita gizi buruk. Ini juga bisa berarti program kesehatan Pemkot tidak berjalan maksimal,” katanya.
Sementara, baru-baru ini Presiden RI telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19/2016 tentang jaminan kesehatan.
Berdasarkan Perpres tersebut, ada perubahan tarif BPJS Kesehatan Mandiri untuk kelas 3 dari 25.500 menjadi 30.000, klas 2 dari 42.500 menjadi 51.000 dan klas 1 dari 59.500 menjadi 80.000.
“Faktanya, BPJS Kesehatan memang sedang mengalami defisit. Kenaikan iuran ini untuk menutupi defisit itu. Tapi pantauan kami pelayanannya juga masih buruk,” ujarnya.
BPJS Watch, kata Jamaludin, ingin memastikan, dengan adanya kenaikan iuran harus ada perbaikan pelayanan. Namun faktanya, masih ada pasien yang seharusnya masuk BPJS PBI, justru masuk ke BPJS Mandiri.
Peninjauan ke RSUD Dr Soetomo ini juga dihadiri oleh Karolin Margaret Natasha anggota DPR RI Komisi 9 dan Agatha Retnosari Anggota Komisi E DPRD Jatim. (den/iss/tok)