Selain pasal 156a, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung juga mendakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok Gubernur DKI Jakarta nonaktif dengan pasal 156 KUHP.
Ali Mukartono Ketua Tim JPU mengatakan, Selasa (27/9/2016) sekitar pukul 08.30 WIB, Ahok mengadakan kunjungan kerja di tempat pelelangan ikan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dalam rangka penen ikan kerapu.
Ahok didampingi anggota DPRD DKI Jakarta, Bupati Kepulauan Seribu, Kepala Dinas Perikanan DKI Jakarta, dan dihadiri sejumlah nelayah, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat keamanan setempat.
“Pada saat terdakwa melakukan kunjungan tersebut, terdakwa telah terdaftar sebagai calon gubernur DKI Jakarta yang pemilihannya akan dilaksanakan bulan Februari 2017,” kata Ali saat membacakan dakwaan Ahok di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada Selasa (13/12/2016).
Ali mengatakan, kunjungan kerja tersebut tidak ada hubungannya dengan pilgub DKI Jakarta. Namun, Ahok telah terdaftar sebagai salah satu cagub.
“Maka ketika terdakwa memberikan sambutan dengan sengaja memasukan kalimat yang berkaitan dengan agenda pilgub DKI dengan mengaitkan surat Al Maidah Ayat 51,” kata Jaksa Ali.
Antara lain, kata Ali, Ahok mengatakan, “Ini pemilihan kan dimajuin. Jadi kalau saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017, jadi kalau program ini berjalan dengan baik pun bapak ibu masih sempat panen sama saya sekali pun saya tidak terpilih jadi gubernur. Jadi cerita ini supaya bapak ibu semangat. Jadi tidak usah kepikiran, nanti kalau tidak terpilih pasti Ahok programnya bubar, tidak. Saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu tidak pilih saya ya kan, dibohongi pakai Surah Al Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu. Jadi kalau bapak ibu perasaan tidak bisa kepilih nih karena saya takut masuk neraka, karena dibodohi gitu ya tidak apa-apa. Karena, ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja, jadi bapak ibu jangan merasa tidak enak.”
Ali menjelaskan, dengan perkataan terdakwa tersebut, pemeluk dan penganut agama Islam, seolah-olah adalah orang yang membohongi dan membodohi dalam menyampaikan kandungan surat Almaidah Ayat 51, yang merupakan bagian dari Alquran tentang larangan nonmuslim sebagai pemimpin kepada masyarakat dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta.
“Kerena menurut terdakwa dengan surat Almaidah Ayat 51 tidak ada hubungan dengan pemilihan kepala daerah. Di mana pendapat tersebut didasarkan pada pengalaman terdakwa saat mencalonkan diri sebagai gubernur Bangka Belitung, saat itu terdakwa mendapatkan selebaran-selebaran berisi larangan memilih pemimpin nonmuslim yang diduga dilakukan lawan-lawan politik terdakwa,” kata Ali.
Dia menjelaskan, perbuatan terdakwa yang telah menyatakan bohong kepada pemeluk dan penganut agama Islam sebagai suatu penghinaan terhadap suatu golongan di Indonesia.
Hal ini, kata Ali, sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia tanggal 11 Oktober 2016 angka 5 yang menyatakan, “Bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surat Al Maidah Ayat 51 tentang larangan muslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam,” kata Ali.
Oleh karenanya, jaksa menyatakan perbuatan terdakwa telah melanggar pidana sebagai diatur pasal 156a KUHP.
Setelah pembacaan dakwaan selesai, Ahok juga langsung menyampaikan eksepsi pribadinya.sambil sesekali menyeka air mata, Ahok membaca eksepsi atas dakwaan penodaan agama yang menjeratnya.
“Bapak Ketua Majelis Hakim, dan Anggota Majelis Hakim yang saya muliakan, Saudara Jaksa Penuntut Umum yang saya hormati, Penasihat Hukum dan Para Hadirin yang saya hormati, berkaitan dengan persoalan yang terjadi saat ini, dimana saya diajukan di hadapan sidang, jelas apa yang saya utarakan di Kepulauan Seribu, bukan dimaksudkan untuk menafsirkan Surat Al-Maidah 51 apalagi berniat menista agama Islam, dan juga berniat untuk menghina para Ulama. Namun ucapan itu, saya maksudkan, untuk para oknum politisi, yang memanfaatkan Surat Al-Maidah 51, secara tidak benar karena tidak mau bersaing secara sehat dalam persaingan Pilkada.” kata Ahok.
“Ada pandangan yang mengatakan, bahwa hanya orang tersebut dan Tuhan lah, yang mengetahui apa yang menjadi niat pada saat orang tersebut mengatakan atau melakukan sesuatu. Dalam kesempatan ini di dalam sidang yang sangat Mulia ini, saya ingin menjelaskan apa yang menjadi niat saya pada saat saya berbicara di Kepulauan Seribu tersebut. Dalam hal ini, bisa jadi tutur bahasa saya, yang bisa memberikan persepsi, atau tafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang saya niatkan, atau dengan apa yang saya maksudkan pada saat saya berbicara di Kepulauan Seribu,” ujar Ahok.(faz/dwi)