Sekitar 50 persen siswa di Lumajang terdeteksi sebagai pengguna okerbaya (obat-obatan keras berbahaya) atau disebut juga pil koplo. Data ini diperoleh setelah BNN Kabupaten Lumajang melakukan survey di 9 sekolah di Lumajang.
Untung Yulianto, SH Kepala Seksi Rehabilitasi BNN Kabupaten Lumajang saat dikonfirmasi Sentral FM, Kamis (3/11/2016) mengatakan, BNN Kabupaten Lumajang melakukan survey dengan mengirimkan tim untuk menggelar tes urine di 9 sekolah yang menjadi sasaran. Tes urine difasilitasi sekolah dengan menunjuk 50 siswa di masing-masing lembaga untuk mengikutinya.
“50 siswa yang ditunjuk mengikuti tes urine ini dipilih sekolah dari mereka-mereka yang dicurigai menjadi pengguna maupun yang sering bermasalah,” katanya.
Dalam pelaksanaannya, secara terbuka tim BNN meminta agar siswa untuk terlebih dulu mengaku pernah menggunakan obat-obatan keras berbahaya tersebut, daripada terbukti melalui tes urine.
“Kami mengimbau kepada siswa, jika BNN ada cara menangani pengguna. Kalau mengaku tidak akan diproses hukum, tapi direhabilitasi. Kalau siswa mau mengaku, maka tidak akan diproses hukum. Tapi kalau ditangkap, maka akan diproses hukum,” katanya.
Ternyata, masih menurutnya, cukup banyak yang langsung angkat tangan karena khawatir belakangan terbukti juga. Meski demikian, tes urine tetap dilaksanakan untuk mendeteksi lebih jauh dengan bukti yang valid.
“Namun pengakuan itu mempermudah kami melaksanakan deteksi di sekolah sasaran. Kami langsung melakukan assesment saat itu juga kepada siswa yang menjadi pengguna. Assesment lanjutan, kami lakukan dengan koordinasi sekolah. Bisa dilakukan di sekolahnya atau di Kantor BNN dengan target pertemuan selama 8 kali,” katanya.
Assesment ini juga dilaksanakan BNN bersama tim dokter lengkap dari klinik yang telah ditunjuk. “Ada 3 klinik yang kita tunjuk untuk rehabilitasi di Lumajang yang membantu kami melakukan penanganan bagi pengguna. Diantaranya, RSD dr Haryoto Lumajang, Klinik Bunda Mulia dan RS Djatiroto,” ujarnya.
Dalam assesment yang dilakukan, BNN juga meminta pengakuan jujur dari para siswa pengguna terkait sejauh mana keterlibatannya dalam penyalahgunaan okerbaya tersebut. Diantaranya apa jenis obat-obatan keras atau jenis lainnya yang digunakan, berapa lama mengunakan dan kalau memakai berapa jumlahnya.
“Pengakuan siswa yang terdeteksi sebagai pengguna juga bervariasi. Ada yang menyalah-gunakan sejak duduk di bangku SMP. Ada yang mengkonsumsi berpuluh-puluh obat batuk cair yang dioplos dengan miras (minuman keras). Ada yang menggunakan pil tryhexpenidhil, dextro dan lainnya. Termasuk juga, ada yang baru menggunakan. Mereka akui semuanya,” ujarnya.
Dari pendalaman yang dilakukan melalui assesment tersebut, diketahui juga kalau peredaran obat-obatan keras berbahaya terhadap pelajar ini terjadi di luar sekolah. Mereka mengenal dan mencoba-coba teler dengan pil koplo akibat salah pergaulan.
“Pengaruh peredaran pil koplo tersebut terjadi di pergaulan luar sekolah. Transaksinya di luar sekolah. Ada juga yang menjadi penyalahguna diawali dengan miras yang dibeli dari toko di sekitar Desanya. Ini yang harus kita sikapi bersama guna memproteksi siswa dari pengaruh penyalahgunaan dan peredaran okerbaya tersebut,” ujarnya.
Dengan fakta ini, selanjutnya BNN akan memberikan masukan kepada Pemkab dan Polres Lumajang untuk melakukan pencegahan dan penanganan bersama melalui Satuan Kerja terkait. Semisal, Polres Lumajang menangani peredaran okerbaya yang marak terjadi di setiap desa.
“Karena tidak ada wilayah yang bebas dari peredaran obat keras berbahaya ini di Lumajang. Termasuk juga, Dinkes harus ikut menanganinya bersama-sama. Selain itu, Satpol PP juga menangani peredaran mirasnya. Sinergi ini yang harus dilakukan guna mencegahnya,” katanya.
Upaya lainnya, dalam rangka P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika), BNN juga terus melakukan sosialisasi di sekolah. Dalam sosialisasi ini diharapkan juga hadir wali murid agar sama-sama mengetahui lebih jauh tentang narkoba dan dampaknya.
“Hanya saja kami tidak berwenang mengundang wali murid, karena upaya itu fasilitasi dari sekolah. Namun ada sekolah yang saat diberikan sosialisasi narkoba, turut mendatangkan wali muridnya. Di sana kami menekankan himbauan kepada mereka (wali murid, red), untuk waspada. Sebab pengaruh negatif narkoba sudah merajalela. Karena saat ini tidak ada wilayah yang terbebas dari peredaran dan penyalahgunaannya,” ujarnya. (her/dwi/ipg)