Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur mencatat 26 persen anak di bawah umur lima tahun (balita) di Jawa Timur tumbuh dalam keadaan bertubuh pendek (stunting) atau biasa disebut cebol atau kerdil.
Meski masih 26 persen, namun angka ini ternyata masih di bawah target program Millennium Development Goals (MDGs) yang menargetkan minimal adalah 32 persen. “Kita sebenarnya masih di bawah target MDGs sehingga program MDGs sebenarnya sudah kita penuhi,” kata Harsono, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, Selasa (9/2/2016).
Harsono mengatakan, saat ini Dinas Kesehatan berupaya memerangi balita bertumbuh pendek. Ada beberapa daerah yang hingga saat ini menjadi penyumbang terbesar anak bertubuh pendek di antaranya di daerah Madura.
Dari data yang ada, wilayah dengan jumlah anak bertubuh pendek terbesar ada di Kabupaten Pamekasan dengan jumlah balita stunting mencapai 45 persen.
Selain itu juga Kabupaten Jember dengan kasus stunting sebanyak 43,5 persen dari total anak di Jember. Kabupaten Situbondo sebanyak 41,5 persen dari total anak di Situbondo serta Kabupaten Bangkalan dengan jumlah kasus stunting sebanyak 37,5 persen dari total anak di Bangakalan.
“Penyebab utama stunting adalah asupan makanan tidak seimbang dimana orang tua tidak bisa memadukan antara karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air,” kata dia. Selain itu, anak dengan stunting biasanya juga berasal dari riwayat berat badan lahir yang rendah, serta adanya penyakit tertentu.
Namun dari beberapa faktor, yang paling dominan adalah kurangnya asupan gizi saat anak masih berada di kandungan. “Memang ada juga faktor keturunan, tapi tidak dominan. Asalkan asupan gizi baik maka faktor keturunan tidak berlaku,” ujarnya.
Sementara itu, Heru Nugroho, Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Jawa Timur mengatakan, selain bentuk fisik pendek, anak dengan stunting biasanya juga memiliki kecerdasan di bawah rata-rata anak normal. (fik/ipg)