Prof. Dr. Mohammad Saleh, S.H., M.H, hari ini, Sabtu (12/12/2015) dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga. Dalam pengukuhannya, Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Yudisial ini menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Problematika Titik Singgung Perkara Perdata di Peradilan Umum dengan Perkara di Lingkungan Peradilan Lainnya”.
Prof Saleh merupakan guru besar Unair ke-443 dan guru besar Unair PTN-BH ke-151, serta menjadi bagian dari guru besar aktif Fakultas Hukum (FH) UNAIR yang ke-14.
Sekadar diketahui, peradilan di MA terdiri dari empat, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama, dan Peradilan Militer. Masing-masing lembaga peradilan mempunyai wewenang, tetapi dalam hal-hal tertentu, ada persinggungan kewenangan diantara mereka.
Persinggungan ini kadang menjadikan munculnya dua putusan yang berbeda antar satu peradilan dan peradilan lainnya sehingga masyarakat yang mencari keadilan harus mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung sehingga mendapatkan putusan final.
Di MA sendiri, penanganan perkara kasasi dan peninjaian kembali dilakukan di 5 kamar berbeda, yaitu kamar pidana, kamar perdata, kamar tata usaha negara, kamar agama dan kamar militer. Ketika terjadi persinggungan dalam putusan peradilan di bawah MA dan peninjauan kembali diajukan, maka yang menangani perkara tersebut adalah hakim gabungan dari dua kamar yang bersinggungan tersebut.
“Dengan adanya sistem kamar, dalam penyelesaian di tingkat kasasi hakimnya gabungan. Biasanya dari kamar pidana dan perdata, yang dipimpin oleh Wakil Ketua MA. Dengan gabungan hakim yang berbeda lingkungan bisa menyelesaikan masalah-masalah seperti ini,” kata pria kelahiran Pamekasan, 23 April 1946 ini.
Sementara itu, selain sebagai Hakim Agung, Prof Saleh sebenarnya juga menjadi pengajar di Fakultas Hukum UNAIR Surabaya. Perjalanan kariernya dimulai ketika lulus dari FH UNAIR tahun 1970. Saat itu, dia diangkat menjadi asisten dosen di FH UNAIR. Kemudian tahun 1971 diterima menjadi Cakim di Pasuruan.
Dari pasuruan dirinya lantas berpindah-pindah jadi hakim di berbagai daerah sambil mengajar ilmu hukum di berbagai perguruan tinggi.
Sementara itu, Prof. Dr. M. Nasih, SE, MT, Ak, Rektor UNAIR, mengatakan bahwa pengangkatan Prof Saleh sebagai guru besar didasarkan pada keilmuwan dan pengalaman yang melekat padanya. “Praktik dan teori tentang hukum sudah sangat melekat padanya sehingga pantas menerima anugerah guru besar ini,” kata Nasih.
Prof. Dr. H. Hatta Ali, S.H., M.H, Ketua MA yang juga merupakan Ketua IKA Unair. Menurut Hatta, pengalaman Prof Saleh sebagai hakim lebih dari 40 tahun ini bisa dipadukan dengan teori di kampus.
Pengacara senior Hotman Paris Hutapea juga turut hadir dalam pengukuhan Prof Saleh. Hotman yang telah mengenal Prof Saleh selama 20 tahun pun mengatakan bahwa Prof Saleh pantas menerima penghargaan ini. “Cocok. Pengalamannya sudah lama. Universitas butuh guru besar yang benar-benar ahli praktisi. Harapan saya pengalaman beliau bisa dibagi ke mahasiswa dan akhirnya bisa menyumbangkan pemikiran untuk pemerintah terkait produk-produk hukum yang realistis,” kata dia.
Junimart Girsang, anggota DPR RI yang juga seorang pengacara juga hadir dalam pengukuhan Saleh. Junimart mengapresiasi kajian Saleh tentang pertentangan putusan peradilan.
Sedangkan Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.Si, Dekan FH Unair periode 2007-2010 dan 2010-2015 yang mengusulkan pengangkatan Prof Saleh mengatakan bahwa FH membutuhkan guru besar yang punya pengalaman profesi, karena pendidikan di FH mengarah pada profesi sebagai hakim dan penegak hukum yang lainnya. (fik)