Umat Buddha melakukan kirab dari pelataran Candi Mendut menuju Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dalam rangkaian peringatan Tri Suci Waisak 2015, Selasa (2/6/2015).
Mereka berjalan kaki sejauh sekitar 3,5 kilometer sambil memegang bunga sedap malam. Dua orang berjalan paling depan sambil mengusung lambang negara, Garuda Pancasila.
Di barisan depan iring-iringan itu ada Arief Harsono Wakil Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Murdaya Poo Ketua Dewan Penyantun Walubi dan David Hermanjaya Ketua DPD Walubi Jawa Tengah.
Mereka membawa bendera Merah Putih dan Bendera Walubi, demikian pula peserta kirab lain yang mengenakan pakaian putih.
Selain itu ada ratusan peserta kirab yang mengenakan pakaian adat dari seluruh daerah di Indonesia dalam barisan Bhinneka Tunggal Ika. Ada pula yang mengenakan pakaian tarian tradisional warok.
Para biksu yang sudah berusia tua menumpang kendaraan hias berbentuk kapal, memercikkan air dan menaburkan bunga mawar merah dan putih ke masyarakat yang memadati tepi kanan dan kiri jalan.
Selain itu ada mobil yang membawa air berkah dan api dharma Waisak 2015.
Air berkah diambil dari sumber air Umbul Jumprit di lereng Gunung Sindoro, Kabupaten Temanggung, sedangkan api dharma diambil dari sumber api alami Mrapen di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Sejak pagi, umat Buddha dari majelis-majelis Walubi berdoa dan membaca parita di tenda-tenda yang didirikan di pelataran Candi Mendut.
Peringatan Waisak 2015 akan mencapai puncak pada Selasa pukul 23.18.43 WIB, ditandai dengan meditasi detik-detik Waisak di pelataran Candi Agung Borobudur, juga warisan budaya dunia yang dibangun sekitar abad ke-8.
Biksu Tadisa Paramita Mahasthavira Koordinator Dewan Sangha Walubi mengajak umat untuk memanfaatkan perayaan Tri Suci Waisak 2015 untuk melaksanakan introspeksi, refleksi, dan mengevaluasi batin masing-masing.
“Mari kita introspeksi, refleksi, dan mengevaluasi penyakit batin dan kecenderungan mental ini, mengkaji moralitas dan spiritualitas kita sampai di mana,” katanya seperti dilansir Antara.
Penyakit batin, katanya, harus diobati dengan dharma yang sesuai dan efektif.
Ia mengemukakan pentingnya umat menyadari bahwa melatih diri merupakan bagian utama dalam mengisi kehidupan manusia.
“Mencapai kesucian diri adalah tujuan utama manusia saat mengalami tumimbal lahir di alam manusia,” katanya.
Barang siapa lalai, lengah, dan mengabaikan praktik kesucian, katanya, maka kekotoran batinnya akan tumbuh dan berkembang sehingga kebodohan makin meluas dan kejahatan merajalela.
Bila kesucian hati dan pikiran terus dikembangkan, katanya, pikiran negatif yang penuh keserakahan, kebencian, dan kebodohan akan lenyap.
“Dan berganti hati yang penuh cinta kasih, belas kasih, simpati, dan keseimbangan batin akan tumbuh subur sehingga dapat memasuki arus kesucian, kelak akan terbebas dari lingkaran tumimbal lahir yang menyakitkan,” katanya. (ant/dwi)