Tri Rismaharini, Walikota Surabaya mengaku siap mengikuti aturan mundur dari statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika nantinya kembali maju dalam pemillihan kepala daerah setempat yang direncanakan diselenggarakan Desember 2015.
“Saya mengerti aturannya kok dari dulu dan memang harus diikuti,” ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Jumat (13/3/2015).
Jabatan struktural terakhir Rismaharini adalah Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya (Bappeko), sebelum akhirnya mundur karena mendaftar sebagai calon wali kota yang diusung PDI Perjuangan bersama Bambang DH.
Meski mundur sebagai Kepala Bappeko, istri Djoko Saptoadji tersebut tetap tercatat sebagai PNS di Badan Kepagawaian Daerah (BKD) Surabaya nonaktif.
Disinggung kepastian maju pilkada untuk periode kedua, Rismaharini belum mau menyatakan kepastiannya karena menunggu sikap dan reaksi warga Surabaya apakah menghendakinya lagi atau tidak.
“Nanti melihat warga seperti apa, mau maju lagi atau tidak. Tapi sekali lagi, kalau tentang aturan mundur itu saya sudah tahu lama,” kata dia.
Sementara itu, Soekarwo, Gubernur Jawa Timur menegaskan peraturan tersebut sudah jelas artinya dan tidak perlu ditafsirkan berbeda-beda karena sudah sesuai perundang-undangan.
“Posisinya sudah bukan abu-abu lagi dan aturannya memang mengharuskan seperti itu,” kata Soekarwo kepada Antara.
Sebelumnya, Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa calon kepala daerah maupun wakilnya yang berasal dari kalangan PNS diwajibkan mundur dari kepegawaiannya.
“Sesuai peraturan yang baru memang demikian. PNS yang maju Pilkada harus mundur, bukan nonaktif,” ujarnya di Surabaya beberapa waktu lalu.
Peraturan tersebut tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Pasal 7 huruf (t), yakni “Mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon”.(ant/iss/rst)