Regulasi transplantasi organ di Malaysia lebih terbuka daripada di Indonesia. Meski secara SDM, Indonesia lebih mumpuni, tapi praktik transplantasi ternyata masih terbentur pandangan agama yang masih butuh perjuangan.
Hal itu diungkapkan dr Harsono Plt Direktur RSUD Dr Soetomo Surabaya usai Seminar tetang Dinamika Transplantasi Organ di RSUD dr Soetomo Surabaya, Sabtu (14/11/2015).
Harsono mengatakan, selama ini Pemprov Jawa Timur masih mendorong dari aspek klinis dan medis karena memiliki banyak kompetensi. “Dari sisi regulasi Pemprov mendorong ke pemerintah pusat agar menerbitkan payung hukum,” ujarnya kepada suarasurabaya.net.
“Saat ini SDM di Soetomo memiliki kompetensi di Bank Jaringan. Jadi tidak hanya menyaurkan tapi juga memproduksi sel untuk kepentingan medis,” katanya.
Bahkan, saat ini sudah bisa dikembangkan menjadi pusat pengembangan kedokteran regeneratif. Bisa membuat sel menjadi muda lagi dengan pengembangan Stem cell.
“Dengan Stem cell ini, semua penyakit bisa diregenerasikan, mulai dari ginjal, jantung, liver, otak, sendi dan sebagainya,” katanya.
Harsono menceritakan, dr Soetomo telah mengembangkan Bank Jaringan ini sejak tahun 1990, yang bermula dari Bone Bank (penyimpanan biomaterial dari tulang saja). Seiring perkembangan, saat ini Bank Jaringan sudah semakin maju dengan berbagai produk Bank Jaringan yang bisa mengakomodir transplantasi untuk program sosial.
Hal senada diakui Dahlan Iskan mantan menteri BUMN yang juga ikut hadir dalam seminar itu dan membagi pengalamannya sebagai pelaku transplantasi hati.
“Tadi ada dokter dari Malysia memaparkan, bahwa pandangan agama di Malaysia lebih bisa menerima transplantasi. Sedangkan di sini (Indonesia, red), menurut pandangan agama masih perlu diperjuangkan. Tapi, dari sisi praktik kedokteran, Indonesia lebih maju,” katanya.(bid/fik)