Potensi pasar pasir bangunan di Jawa Timur ternyata cukup besar. Data yang dimiliki asosiasi tambang pasir menyebut tiap hari pasar Jawa Timur membutuhkan minimal 20-25 ribu meter kubik pasir untuk bangunan.
“Jika ada proyek-proyek besar, misalnya ada pembangunan jalan tol, maka permintaan pasir meningkat hingga 40-50 ribu meter kubik perhari,” kata Sonif, Ketua Asosiasi Pengusaha Tambang ketika menjadi pembicara dalam Focus Group Discussion yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur, Jumat (30/10/2015).
Soni yang mengaku memiliki tambang pasir di wilayah mataraman ini mengatakan, banyaknya permintaan pasir inilah yang menjadikan penambang liar tumbuh di berbagai wiilayah di Jawa Timur.
Di sepanjang Sungai Brantas misalnya, para penambang ilegal beroperasi di berbagai wilayah dan tanpa pengawasan. Akibatnya, Sungai Brantas tiap tahun mengalami pendalaman hingga 28 cm.
“Perhari, 14 ribu meter kubik pasir dikeruk dari Brantas. Ini tentu harus dihentikan apalagi banyak infrastruktur di Brantas yang kini menggantung akibat sungai terus dikeruk,” ujarnya.
Dari catatan asosiai pengusaha tambang, akibat pengerukan sungai secara liar, saat ini empat jembatan di sepanjang Sungai Brantas juga telah rusak. “Terakhir jembatan di Mrican Kediri menggantung dan patah,” kata dia.
Beruntung sejak tahun 2009, pemerintah kabupaten setempat mulai melakukan berbagai penertiban. Bahkan bekerjasama dengan petambang yang memiliki izin resmi, pemerintah juga membentuk forum penyelamat Sungai Brantas.
“Masyarakat sudah dididik, jadi kalau ada penambang liar, masyarakat sekitar yang mengusir. Kalau ada prahu penambang liar datang, pasti akan dilempari batu,” kata dia.
Khusus Brantas, pemerintah saat ini juga telah mengalihkan penambangan dari sungai ke kantong-kantong lahar Gunung Kelud.
Dari data yang ada, letusan Kelud menghasilkan 50-60 juta meter kubik pasir yang tentunya harus segera dikeruk sehingga tak sampai menimbulkan bencana lahar hujan.
Sonif mengatakan, pasir dari Kelud tak kalah bagusnya dengan pasir dari Lumajang. Sehingga kekuatan beton pasir Kelud juga sama dengan Lumajang.
Sementara itu Masudi, Sekda Lumajang yang juga hadir dalam diskusi mengatakan jika hingga saat ini pasir dari Lumajang memang masih jadi primadona untuk bahan bangunan di Jawa Timur.
Di Lumajang sendiri, kawasan untuk bahan galian pasir bangunan sudah ditetapkan di tujuh kecamatan yaitu Tempeh, Pasirian, Candipuro, Pronojiwo, Pasrujambe, Sumbersuko, dan Tempursari.
“Wilayah kami memang kaya pasir karena ada pasokan dari Semeru hingga satu juta meterkubik pertahun,” kata Masudi.
Pasir Lumajang, sangat diburu karena memiliki kandungan lumpur yang sedikit kurang dari 3 persen, sehingga daya rekatnya cukup bagus.
Selain pasir bangunan atau dikenal sebagai mineral bukan logam; Lumajang juga dikenal memiliki kandungan mineral logam atau pasir besi yang cukup melimpah. Bahkan kandungan besi di pasir besi Lumajang mencapai 30-50 persen.
Untuk pasir besi ini, tersebar di sepanjang pantai selatan yaitu di Kecamatan Yosowilangun, Kunir, Tempeh, Pasirian, dan Tempursari.
Meski begitu, insiden tambang berdarah di Lumajang menjadikan pemerintah saat ini berencana mengubah wilayah pertambangan (WP) di sepanjang pantai selatan menjadi kawasan wisata.
“Apalagi, gundukan-gundukan pasir di sepanjang pantai selatan juga rawan kalau dikeruk. Gundukan ini sebenarnya adalah benteng alami untuk tsunami,” kata dia.
Masudi mengatakan, menertibkan tambang liar memang tidaklah mudah karena jumlah inspektur tambang di Jawa Timur hanya dua orang. Karenanya, yang bisa dilakukan adalah dengan cara melakukan penertiban dengan melibatkan Satpol PP. (fik/ipg)