Baru sehari lalu Setya Novanto Ketua DPR RI mengaku pasrah dan menyerahkan semua kasusnya kepada Tuhan, Jumat (20/11/2015) ini dia berubah pikiran dan sedang menyiapkan langkah hukum.
Menurut Setya, tim hukumnya sudah menyarankan untuk langkah-langkah tertentu terkait tuduhan pencatutan nama Joko Widodo Presiden dan Jusuf Kalla Wakil Presiden dalam rencana perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Yang jelas, Setya mengaku kalau dirinya terdzolimi atas kasus dugaan meminta saham dan proyek kepada PT Freport Indonesia dengan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden.
“Tim hukum saya sudah memberikan saran terhadap langkah-langkah ini. Yang jelas saya merasa dizolimi. Merugikan nama baik saya dan lembaga DPR,” ujar Setya di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (20/11/2015).
Dia mengatakan, keputusan langkah hukum apa yang akan dilakukan, keputusannya Senin (23/11/2015) nanti.
“Tentu tim saya akan memberikan saran yang terbaik dalam langkah hukum ini. Sekarang lagi dikaji dalam waktu satu hari ini. Nanti hari senin sudah ada langkah langkah,” paparnya.
Informasinya, pengacara yang ditunjuk Setya Novanto adalah Rudi Alfonso dan Johnson Panjaitan.
Soal rekaman yang sudah diserahkan ke polisi, Setya menegaskan kalau dirinya tidak mengakui rekaman itu, karena bisa saja telah diedit dengan tujuan untuk menyudutkannya.
“Saya tidak pernah akui rekaman itu. Belum tentu suara saya. Bisa saja diedit dengan tujuan menyudutkan saya. Saya merasa didzolimi. Setelah membentuk tim hukum, kita sampaikan evaluasi dengan tim hukum pribadi,” tandasnya.
Soal adanya informasi kemungkinan adanya operasi intelijen, Setya Novanto meminta Komisi I DPR menindaklanjutinya.
“Sebaiknya Komisi I menindak lanjuti, turut mengundang maksud daripada transkrip itu. Karena keterangan itu nggak diwakili. Kalau benar menggunakan instrumen BIN, ya Komisi I harus menindaklanjuti. Kan tidak boleh merekam ketua DPR tanpa seizin. Ini kan pimpinan lembaga negara. Apalagi perusahaan asing, ada pemahaman kode etik dalam Foreign Corruption Practice Act (FCPA) atau peraturan tentang transparansi penyadapan-penyadapan,” kata dia.
Setya juga menilai justru Sudirman Said Menteri ESDM yang mencatut nama Joko Widodo Presiden, karena ternyata laporan ke MKD tanpa sepengetahuan presiden. Ini yang harus menjadi pertimbangan MKD dalam menyelidiki kasus ini.
“Nah sekarang terbukti, dia yang mencatut nama presiden. Apalagi kalau sebelumnya ada pengakuan beliau. Justru sekarang saya percayakan kepada MKD untuk melihat secara utuh daripada teknis-teknis dan tata tertib yang ada terhadap laporan-laporan menteri ESDM. Apalagi sekarang kalau ada pernyataan pengakuan belum melaporkan,” tutupnya.(faz/iss/ipg)