Kamis, 23 Januari 2025
Menyongsong Kawasan Pesisir Kenjeran

Sepenggal Harapan dari Kenjeran

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Ikan asap besar dimasak para pengrajin ikan asap di pusat pengasapan Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan Bulak, Senin (9/11/2015). Foto: Abidin suarasurabaya.net

Waktu masih menunjuk pukul 06.00 WIB, ketika pengrajin ikan asap di kawasan Kejawan Lor, Kelurahan Kenjeran, Kecamatan Bulak memulai aktivitasnya. Asap mengepul dari deretan cerobong perapian setinggi kurang lebih 5 meter. Ikan-ikan sudah tertata rapi di nampan, siap untuk dipanggang bersama aroma bara api dari tempurung kelapa yang khas.

Agus Djainal (45), Warga Kejawan Lor Gang I, satu diantaranya yang tengah sibuk menyiapkan barisan ikan Tengiri untuk dipanggang. Bersama Karni (30) sang istri, Agus tampak bersemangat pagi itu. “Saya sudah 20 tahun jadi pengasap ikan, sejak pengantin baru,” ujarnya ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Senin (9/11/2015).

Agus membuka cerita, jika dulu dia adalah nelayan. Tapi karena merasa tak berjodoh dengan laut, dia berpindah haluan. Bekerja sebagai security sekaligus nyambi sebagai pengolah hasil laut dia lakoni. Jika dapat shift pagi, dia tukar siang dengan temannya, sehingga aktivitas mengasap ikan di pagi hari tetap bisa dijalani.

Ikan yang diasap di Kejawan Lor cukup beragam. Selain tangkapan lokal Kenjeran, mereka juga mengambil dari pasar ikan Pabean. Jika hari Minggu, mulai dari Gurami, Bubara, Kakap Merah, Dorang Hitam, Kerapu, Keting, Patin dan Tengiri, ada di pusat pengasapan yang berada di pinggir jalan Kejawan itu.

Di hari biasa, para pengasap hanya memasak ikan Patin dan Tengiri yang dipotong kecil-kecil. “Karena selain hari Minggu, pembelinya hanya pelanggan dari Pasar Kupang,” kata Agus.

Untuk satu tusuk ikan Keting dihargai Rp2000, untuk ikan Bubara bisa sampai Rp20.000 berbiji. Sedangkan ikan Kerapu ukuran sedang dijual perkilo isi 7 ekor adalah Rp30.000 dan Dorang perkilonya Rp30.000. “Tapi semua bisa ditawar. Beli banyak juga dapat korting atau potongan harga,” ujarnya.

Dari usaha ikan asap ini, Agus bisa meraup penghasilan kotor Rp100 ribu per hari, karena masih dipotong biaya tempurung kelapa, tusuk bambu dan es batu. Tapi, Agus sangat bersyukur karena penghasilan ini rutin menjadi penopang ekonomi keluarga selain gaji dari kerja sebagai security.

Yang tak kalah membanggakan, Agus kini bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Alip Gunawan anak pertamanya, sekarang sudah semester tujuh Jurusan Arsitektur di Universitas Narotama. Sedang anak keduanya masih duduk di bangku SMP kelas III.

“Anak saya yang pertama kerja ikut kontraktor di PT Hutama Karya sambil kuliah. Anak saya juga ikut menggambar arsitektur taman bulak dan jembatan Sukolilo Lor,” kata Agus.

Menurut Agus, potensi para pengrajin ikan asap sempat mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Surabaya, dengan dibangunnya satu tempat khusus olahan ikan bernama Sentra Ikan Bulak (SIB) di Jalan Cumpat pada tahun 2012.

Sayangnya, SIB belum sesuai dengan keinginan para pedagang ikan asap. Di tempat yang baru itu, para pedagang ikan asap kesulitan menyesuaikan diri sehingga pelanggan-pun pada lari.

“Waktu SIB pertama berdiri, ada 12 pengrajin ikan asap Kejawan yang ke sana. Sekarang balik lagi karena sepi pembeli. Tinggal 2 orang yang bertahan di SIB,” kata Agus.

Sumiyah (53) pengrajin ikan asap yang lain mengatakan, berdirinya SIB belum efektif untuk memasarkan dagangan mereka. Bahkan, khusus hari Minggu memilih kembali berjualan di jalan untuk menyambut pembeli.

Sumiyah yang sudah 25 tahun jadi pengrajin ikan asap ini mengatakan, SIB saat ini memang belum mendukung bagi para penjual ikan asap. Bahkan, dagangannya juga berkurang jika memaksa berjualan di SIB. Jika di pinggir jalan bisa menjual 30 kilogram dalam sehari, namun di SIB paling banter hanya 20 kilogram perhari. “Saya ndak tahu, tapi pembeli masih berminat di pinggir jalan dari pada harus masuk SIB,” kata dia.

Saat ini yang diinginkan para pedagang ikan asap adalah tetap boleh berjualan di tempat pusat pengasapan ikan di Kejawan Lor. Sebab, di kampung-kampung nelayan di Pesisir Timur Surabaya itu, sudah ada cirikhas masing-masing untuk olahan hasil laut. “Kalau Kenjeran itu pusat kerajinan kerang, Sukolilo kerupuk, Cumpat kerang, Kejawan Lor sini khusus panggangan. Kalau dipindah, sosialisasinya harus digencarkan lagi,” kata dia.

Selain itu, tarif parkir di SIB dinilai juga terlalu mahal sehingga pelanggan masih enggan untuk mampir dan lebih memilih ke pusat pengasapan ikan di Kejawan Lor yang tentunya tidak perlu membayar parkir.

Sumiyah juga mengatakan, berjualan ikan asap sudah menjadi bagian dari warga di kawasan itu, sehingga jika ada perubahan di kawasan Kenjeran, termasuk dengan rencana pembangunan destinasi Wisata Bahari, dirinya tetap berharap tak sampai menggangu penghasilan mereka.

Para nelayan di sekitar Pesisir Kenjeran memang sudah mendengar tentang rencana Pemerintah Kota Surabaya membangun destinasi wisata di sekitar tempat tinggalnya. Tapi, informasi itu tidak utuh sehingga mereka merasa khawatir akan terusir dengan pembangunan itu.

“Sudah dengar sedikit soal akan dibangun wisata. Yang terpenting bagi kami, nelayan harus berkembang. Pembangunan jangan merugikan kami,” kata Sumiyah.

Dia berharap, masyarakat Kampung Kejawan Lor, Kelurahan Kenjeran, Kecamatan Bulak yang mayoritas nelayan dan mengasap ikan harus diperhatikan. Karena menjadi pengrajin ikan asap, sudah menjadi penghasilan warisan turun-temurun selama puluhan tahun bahkan lebih.

“Hadirnya suasana baru, harus bisa memberi nilai tambah bagi kami yang mengantungkan nasib dari hasil laut,” katanya.

Menghidupkan SIB

Kekhawatiran para nelayan dan pengrajin ikan asap, tentang sepinya SIB didengar oleh Pemerintah Kota Surabaya. Pemerintah Kota menilai, masalah di SIB sebenarnya adalah masalah akses jalan dan sosialisasi.

Agus Imam Sonhaji Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya mengatakan, wilayah Kenjeran dan Bulak sesuai Perda No 12 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya, di peruntukan untuk Wisata Bahari.

”Program Pemkot digulirkan karena melihat potensi daerah itu sangat besar, kalau Jalan Luar Liangkar Timur (JLLT) yang melewati daerah situ jadi. Jika tepat penanganannya, orang dengan mudah lewat daerah situ,” kata Sonhaji.

Menurut dia, JLLT yang menghubungkan dari Suramadu menuju Juanda, akan melewati daerah Kenjeran. Dengan lebar jalan 65 meter, berbagai moda dipastikan akan bisa melintas. “Kalau sudah begitu, orang yang lewat akan banyak sehingga mereka akan mudah mampir di kawasan wisata Kenjeran,” katanya.

Pembangunan kawasan Kenjeran, kata dia, dilakukan dengan bertahap. Pertama, dengan mendirikan SIB sebagai tempat representatif untuk pasar nelayan.

“Secara fungsi sudah cukup benar. Tinggal mendorong peruntukannya. Aksesnya belum jadi, nanti kalau jadi, SIB pasti ramai,” katanya.

Kedua, jembatan Sukolilo Lor. Jembatan ini dibuat bukan hanya sekadar jembatan semata, tetapi menjadi landmark. Sebuah jembatan jalan arteri yang melewati laut. Di Bali sudah ada tapi jalan tol,” katanya.

Jembatan ini, juga didesain untuk wisata. Para pengguna jalan bisa memarkir mobilnya untuk naik ke atas jembatan melihat panorama laut, termasuk sunrise dengan menghadap ke timur.

“Sunset juga bisa kelihatan. Ini potensi wisata bahari yang menghadap ke laut,” katanya. Tidak hanya itu, di dekat kaki jembatan sisi utara THP Kenjeran, juga dibangun Air Mancur yang bisa menari-nari.

Ketiga, membangun taman di depan SIB, yang targetnya tahun depan jadi. Taman ini konsepnya adalah sebuah plaza yang di tengahnya ada patung Sura dan Baya dengan tinggi 20 meter.

“Desainnya dibuat agar orang bisa berkumpul melingkar, orang bisa mengekspresikan di bidang seni. Ada ikon patung sura dan baya 4 kali lebih besar dari yang ada di Kebun Binatang. Jadi kalau belum ke situ, seperti belum ke Surabaya,” jelas Sonhaji.

Keempat, adalah upaya mengenalkan Surabaya pada dunia, bahwa pemukiman yang dibangun dengan baik dan layak tidak harus dengan konsep mahal. Sasaran Pemerintah Kota untuk ini adalah penataan kampung nelayan.

“Kita ingin mendorong kampung nelayan sebagus dan sesemangat orang-orangnya,” katanya.

Sonhaji mengatakan, agar pembangunan di Kenjeran tidak kontras dengan penampakan lingkungan kampungnya. Maka pemkot akan memoles lingkungan sekitar kampung nelayan.

“Ada 4 spot kampung nelayan yang berada di selatannya kaki jembatan sisi selatan, baratnya jembatan sebelum THP Kenjeran, setelah kaki jembatan sebelah utara, dan sebelah utaranya pas nempel taman Bulak,” katanya.

Penataan kampung nelayan ini tidak dilakukan dengan memugar rumah, melainkan memperbaiki lingkungan, sosial dan kebiasaan untuk hidup sehat. Bagi rumah nelayan yang kurang mampu, akan diberikan program bedah rumah senilai Rp10 juta.

“Area-area yang menjadi hak privat seperti rumah tetap seperti semula. hanya kita perbaiki gangnya, salurannya, jalannya kita buat rapi. Jika lingkungannya bagus, mereka akan terdorong menyesuaikan diri,” katanya.

Tidak hanya itu, di sekitar taman Bulak akan dibangun tanggul laut dan dermaga kecil untuk para nelayan sehingga para wisatawan bisa melihat aktivitas nelayan menangkap ikan, mengolah hasil tangkapan serta bisa menyantapnya.

“Ada pusat oleh-oleh yang juga ada di kampung situ. Ini bisa menjadi kampung wisata basisnya bahari,” kata Sonhaji.

Sonhaji mengatakan, pembangunan fisik penataan kampung nelayan dimulai bulan Januari 2016. Dananya sudah dianggarkan APBD dan disupport Satuan Kerja dari Kementerian Pekerjaan Umum yang ada di Jawa Timur. Dana yang dianggarkan Rp40 miliar dari Kementerian Pekerjaan umum dan Rp10 miliar dari Pemerintah Kota.

Untuk dana dari Kementerian Pekerjaan Umum peruntukannya sangat fundamental yaitu untuk membuat batas atau tanggul laut. Program ini sebenarnya juga untuk membatasi area pemukiman di pesisir pantai.

Selain penataan fisik kampung nelayan, progres pembangunan jembatan Kenjeran saat ini juga sudah berjalan dan bahkan sudah mencapai 70 persen. Pembangunan jembatan ini, ditargetkan selesai pada akhir tahun ini. Sedangkan, untuk patung dan taman Bulak selesai 2016. “Dana taman dan lain-lain dianggarkan Rp10 miliar,” ujarnya.

Sonhaji juga mengatakan, wacana reklamasi hingga saat ini belum ada. Namun, berdasarkan peraturan daerah memang memungkinkan untuk melakukan reklamasi di kawasan itu.

Menjaga Kerarifan Lokal

Mimpi mewujudkan destinasi wisata bahari di pesisir timur Surabaya ini diharapkan membawa nilai tambah masyarakat nelayan yang menjadi tuan rumahnya.

Hal itu diungkapkan Wiwik Widayati Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya. Menurutnya, pembangunan kawasan Kenjeran tidak akan menggerus kearifan lokal yang melekat di masyarakat nelayan.

“Kita tahu di sana masih memiliki heritage, ada kearifan lokal yang begitu kental. Ada para nelayan dengan tradisi tangkapannya dan juga bagaimana mereka mengelola hasil tangkapannya menjadi barang produk baik untuk sovenir maupun kuliner. Kita melihat semua itu sebagai sebuah potensi,” kata Wiwik.

Wiwik mengatakan, ada banyak destinasi yang dikembangkan tidak hanya melulu fokus di fisik modernisasi. Selain membangun jembatan yang sangat kuat menjadi ikon, juga mengoptimalkan kampung-kampung nelayan yang sudah ada dari zaman lampau.

“Memang kita mencatat kondisi lingkungan di sana perlu dioptimalkan. Karena kalau sudah bicara destinasi wisata harus menyentuh sapta pesona, salah satunya kebersihan,” katanya.

Pembangunan, kata dia, harus mengedepankan lokal wisdom menjadi sebuah kekuatan yang utuh. Karenanya, tradisi nelayan akan dipertahankan.

Menurut Wiwik, ini cukup munik, karena Surabaya ternyata masih banyak memiliki kampung-kampung tradisi. “Di utara ada kampung tersendiri, di timur ada kampung nelayan,” katanya.

Wiwik sudah mencoba, mempromosikan Kawasan Wisata Pantai ini pada wisatawan mancanegara maupun nusantara. Bahkan berbagai paket perjalanan menuju ke Kenjeran juga sudah diujicobakan dan akan terus dikembangkan.

Salah satu paket perjalanan ke Kenjeran yang sudah diuji coba adalah dari Balai Pemuda, menuju UKM yang ada di MERR, setelah itu menuju ke timur THP Kenjeran dan kemudian diarahkan ke SIB sebagai pusatnya.

“Sekarang memang belum reguler mengarahkan ke timur. Ini pernah kita coba. Semoga kalau destinasi yang terintegrasi itu jadi, SIB akan ramai dan kampung nelayan mendapat manfaatnya,” katanya.

Ada banyak potensi olehan kuliner di kampung Kenjeran mulai dari Sukolilo, Kejawaan Lor, Cumpat, Nambangan dan Tambak Wedi. Semuanya memiliki ciri khas kuliner olahan laut masing-masing. Semua potensi itu tinggal menunggu datangnya pembeli yang diharapkan dari promosi Wisata Bahari.

Dengan berbagai potensi yang akan dibangun di Kenjeran, harapan akan sebuah kemajuan di kampung nelayan Kenjeran diharapkan bisa segera tercipta. (bid/fik)

Teks Foto:
– Bangunan Sentra Ikan Bulak (SIB) yang digadang menjadi pusat olahan ikan para nelayan, belum bisa menarik perhatian pembeli.
– Keseharian masyarakat di kampung nelayan pesisir Kenjeran penuh semangat. Ibu-ibu setiap hari ikut bekerja mengolah ikan hasil tengakapan suaminya. Foto: Abidin suarasurabaya.net

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Kamis, 23 Januari 2025
26o
Kurs