Rieke Diah Pitaloka Ketua Pansus dan hak angket Pelindo II, menegaskan jika Pansus Pelindo II DPR RI berharap aset negara yang terancam dikuasai asing, dikembalikan kepada negara.
Aset itu berupa pembelian mobil crane, perpanjangan kontrak JICT dengan HPH Hongkong, global, dwelling time dan lain-lain, dimana ada kerugian negara sampai Rp7 triliun. Apalagi pelabuhan itu aset negara yang strategis bagi perekonomian nasional.
Pada Senin (16/11/2015) Pansus Pelindo II DPR akan menyerahkan dokumen dan meminta BPK untuk mengaudit perpanjangan kontrak JICT, global bond dan lain-lain.
“Tapi, isinya belum bisa saya sampaikan sekarang, karena saya sendiri deg-degan. Jadi, Pansus mulai menangkap masalah-masalah besar di pelabuhan sebagai pusat perekonomian nasional, pinjaman Pelindo sampai Rp 22 triliun di tengah aset Pelindo II sendiri tidak mencukupi untuk membayarnya, lalu apakah Negara harus bertanggung jawab?” tanya Rieke dalam diskusi Dimana Muara Pelindogate? di Gedung DPR RI Jakarta, Jumat (13/11/2015).
Dia menegaskan kalau pansus dari 10 fraksi ini punya komitmen luar biasa, karena memang tidak akan membiarkan Negara ini diserahkan kepada mafia, sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945 bahwa kekayaan Negara ini untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
“Adanya konsesi pinjaman bisnis to bisnis (B to B), tapi kok Negara yang menanggung?” tanya Rieke lagi.
Pelindo berperan sebagai operator dan regulator, padahal, kata Rieke, UU No.17 tahun 2008 mengamanatkan bahwa Pelindo II itu operator, dan regulator-nya adalah Kementerian Perhubungan (Kemenhub RI). “Apa yang dilakukan RJ Lino itu salah fatal,” pungkasnya.(faz/iss/ipg)