Agus Martowardojo Gubernur Bank Indonesia mengatakan nilai tukar rupiah masih akan sulit menguat dalam waktu dekat apabila tidak ada reformasi struktural yang konsisten dan berkesinambungan.
“Untuk itu, Indonesia harus bisa konsisten melaksanakan reformasi struktural dengan baik, ada pengendalian inflasi dan upaya mengelola transaksi berjalan yang sehat,” katanya di Jakarta, Senin (22/6/2015) malam seperti dilansir Antara.
Agus mengatakan kondisi rupiah saat ini sedang tertekan oleh fenomena “super dolar” dan situasinya bisa bertambah buruk apabila tidak ada upaya dari pemerintah melanjutkan reformasi terutama memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan.
Keberlangsungan reformasi sangat penting karena negara-negara yang mata uangnya tengah terdepresiasi terhadap dolar AS adalah negara dengan defisit transaksi berjalan buruk, laju inflasi tinggi dan fundamental ekonomi yang rentan.
“Tapi kalau negara itu melakukan reformasi dengan kuat dan bisa melakukan perbaikan transaksi berjalan dengan baik, contohnya seperti India di mana dia bisa membangun confidence, maka mata uangnya bisa terjaga dari depresiasi yang besar,” jelas Agus.
Salah satu upaya mengelola reformasi struktural adalah terus memperbaiki defisit transaksi berjalan. “Kita harus pandai mengelola defisit itu dengan baik,” ujar Agus.
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi seiring dengan penguatan dolar AS yang didukung Quantitative Easing Bank Sentral Eropa, dinamika negosiasi fiskal Yunani, dan kekhawatiran perlambatan perekonomian domestik.
Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam mengendalikan defisit transaksi berjalan yang diarahkan pada kisaran 2,5 persen-3 persen terhadap PDB dalam jangka menengah dan menjaga inflasi pada sasaran empat plus minus satu persen.
Namun, Bank Indonesia mewaspadai kemungkinan tingginya impor barang modal yang dibutuhkan untuk mendorong investasi serta tingginya laju inflasi apabila volatile food tidak dikelola dengan baik.
Kondisi ini membuat pergerakan nilai tukar rupiah rata-rata setahun pada 2016 diprediksi pada kisaran Rp13.000-Rp13.400 atau direvisi dari asumsi sebelumnya Rp12.800-Rp13.200, meskipun ada upaya pengendalian defisit transaksi berjalan. (ant/dwi)