
Radikalisme yang mengatasnamakan agama menjadi ancaman bersama, baik negara maupun masyarakat Indonesia. Untuk itu, masyarakat diharap tidak berpengaruh faham-faham radikalisme yang timbul dengan memanfaatkan agama.
Hal ini disampaikan Wawan Purwanto, Staf Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Wawan mengatakan bahwa gerakan radikalisme harus terus diwaspadai karena mereka memiliki agenda terselubung yang bisa memecah belah bangsa Indonesia.
Menurut Wawan kondisi ini terjadi akibat adanya politisasi untuk menjadikan agama sebagai tameng demi simpatisan dan dukungan.
“Agama menjadi kendaraan yang dinilai tepat untuk menjalankan aksi
radikalisme karena agama itu sensitif. Apalagi selama ini agama memang sering digunakan untuk mengadu domba. Dengan kondisi itu, image agama itu sendiri akhirnya tidak bagus. Agama yang semestinya memberikan ajaran tentang perdamaian, karena penyalahgunaan tersebut akhirnya semua dengan seenaknya diputarbalik. Seperti ayat-ayat kitab suci dipotong, sehingga tafsirannya menjadi macam-macam sesuai kepentingan politik mereka. Jadi semua itu karena ulah manusianya, bukan agama,”
papar Wawan di Jakarta, Selasa (28/4/2015)
Untuk menangkal upaya-upaya tersebut, Wawan berpendapat seharusnya semua pihak harus kritis dengan apa yang terjadi di masyarakat. Jangan semua ditelan mentah-mentah tanpa menyaring lebih dulu. Selain itu, tegas Wawan, semua pihak harus memiliki wawasan dan networking yang luas sehingga mereka tahu apa target dari gerakan-gerakan seperti itu.(faz/rst)