Seperti apa sosok kapal Baruna Jaya milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang diandalkan untuk menemukan bangkai pesawat AirAsia QZ8501? Apa keunggulannya dibanding kapal biasa dan bagaimana bisa berfungsi untuk membantu mencari pesawat hilang?
Baruna Jaya adalah kapal rancangan CMN, Cherbourgh, Prancis. Kapal berukuran lebar 12,10 meter itu diluncurkan pada tahun 1989 dan sejatinya berfungsi sebagai kapal riset dan bisa melaju dengan kecepatan 8 knot.
Dengan kapasitas bahan bakar HSD 190.000 liter dan minyak 11.000 liter, Baruna Jaya bisa menjalankan misi pencarian dalam jangka waktu lama.
Total penumpang yang dapat ditampung oleh kapal Baruna Jaya adalah 45 orang. Kapal ini memiliki mesin utama berupa dua buah Niigata SEMT Pielstick 5PA5L dengan daya masing-masing 1.100 HP-50 RPM.
Sebagai navigasi, Baruna Jaya IV memiliki Radar ARPA X Band Furuno, GPS, dan AIS. Untuk komunikasinya, kapal yang punya nama panggilan PLIQ ini menggunakan SSB, GMDSS A3, B-gan, dan Irridium. Sedangkan sebagai mesin pembantunya, ada sebuah diesel generator Baudouin berdaya 270 HP, 1.500 RPM.
Kapal Baruna Jaya dilengkapi dengan alat bernama underwater locator beacon, yakni alat untuk mendeteksi sinyal yang muncul dari black box. Selain itu, kapal tersebut juga dilengkapi alat bernama multiprint scan sonar yang mampu mendeteksi logam dan gambaran tiga dimensi yang berada di bawah air.
Ridwan Djamaluddin Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, mengatakan bahwa dalam pencarian AirAsia QZ8501, instrumen yang berperan adalah echo sounder.
“Ada dua (instrumen) yang akan kita bawa nanti. Pertama yang untuk kedalaman hingga 2.500 meter dan kedua untuk kedalaman 200 meter,” kata Ridwan.
Instrumen echo sounder akan mengirimkan sinyal suara ke dasar lautan hingga kedalaman sesuai kapasitasnya. Prinsip kerja instrumen itu mirip dengan meminta seseorang berteriak lalu kita mendengarkan gema dari teriakan tersebut. Secara umum, echo sounder bisa berguna untuk memetakan dasar lautan.
Bila yang digunakan adalah multi beam echo sounder, maka dasar lautan dalam cakupan yang luas bisa dipetakan. Data bisa diolah untuk menghasilkan citra dari dasar lautan yang sedang diteliti.
Dalam kasus pencarian QZ8501, apabila gelombang suara menyentuh sebuah obyek logam, maka gelombang itu akan memantul dan pantulan gelombang akan diterima oleh kapal. Dari data itu, bisa diperkirakan kedalaman obyek yang dideteksi.
Data yang diterima kemudian dapat dikonversi dalam bentuk citra. Sebuah obyek kemudian akan bisa diidentifikasi, pesawat, puing pesawat, atau obyek lain. Dengan demikian, belum tentu setiap data yang diterima Baruna Jaya merujuk pada QZ8501.
Sekadar diketahui, sebelumnya Baruna Jaya IV milik BPPT, pernah berhasil menemukan pesawat Adam Air 275 yang mengalami kecelakaan pada tahun 2007 lalu di perairan Majene. (berbagai/nif/ipg)