Lagu anak-anak di Indonesia semakin tenggelam. Dian Hadipranowo, komposer lagu Indonesia meyebut kondisi seperti ini bukan karena karya lagu anak-anak yang buruk, tapi karena pola pikir pelaku dan penikmatnya.
Tasya dan Sherina adalah dua dari beberapa penyanyi cilik yang sempat mem-booming-kan lagu anak-anak di masanya. Sekarang ini, anak-anak seperti tidak memiliki pilihan lagu apa yang harus mereka dengarkan.
Sebagai seorang komposer yang saat ini sedang fokus membuat lagu anak-anak, Dian mengatakan pola pikir pelaku industri musik Indonesia, juga penikmatnya (baik anak dan orangtua) yang memang sudah berbeda dari zaman keemasan lagu anak-anak.
“Soal impact bisa dibilang enggak ada. Karena orangtuanya, ya enggak masalah anaknya denger lagu-lagu begitu (orang dewasa, red). Biasanya anaknya malah diminta goyang, kan,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Jumat (27/3/2015).
Dampaknya, kata Dian, justru pada lagu anak-anak itu sendiri. Karena pola pikir orangtua yang seperti itu, produsen lagu tidak lagi menaruh perhatian pada lagu anak-anak seperti yang pernah booming dibawakan oleh Tasya atau Sherina.
“Mungkin juga karena sosoknya. Dulu Tasya itu kan memang lucu, ya,” kata perempuan kelahiran Tunisia ini.
Membangkitkan lagu anak-anak, kata Dian, perlu kerjasama dari berbagai pihak. Misalnya, dengan insan perfilman. Mengenai pengalaman bekerjasama dengan insan perfilman, Dian berkisah, pernah menggarap soundtrack untuk film animasi Indonesia namun terhenti karena masalah dana.
“Iya, sayang banget. Padahal Didi Tikus (film animasi, red) itu lucu. Tapi harus dibatasi karena masalah budget,” ujarnya.
Karena itu harus ada sinergi antara musisi, sineas, juga penulis dan seniman lain di Indonesia yang peduli anak-anak, untuk memberikan musik atau tontonan, atau bacaan yang memang baik bagi anak. (den/ipg)