Sidang Pleno penetapan tata tertib Muktamar ke 33 yang digelar di alun-alun Jombang, Minggu (2/8/2015) malam sempat diwarnai kericuhan. Akibatnya, sidang harus dihentikan karena suasana di ruang sidang sudah tidak kondusif untuk melanjutkan pembahasan.
Pantauan suarasurabaya.net, sidang terpaksa dihentikan sekitar pukul 23.00 WIB setelah beberapa peserta mengeluarkan kata-kata keras dan mengejek keberadaan Kiai yang ada di forum tersebut.
Kericuhan sendiri sebenarnya sudah bisa diprediksi sejak awal karena dua kubu baik yang mendukung penggunaan ahlul hall wal aqdi (ahwa) atau sistem musyawarah untuk mufakat dalam pemilihan rois aam dan penentang ahwa, sama-sama ngotot mempertahankan argumen mereka.
Puncak kericuhan terjadi ketika pembahasan tata tertib masuk di Bab VII khususnya pasal 19 tentang pemilihan rois aam dengan menggunakan sistem Ahwa.
Saat itu, karena tak ada titik temu antara pendukung ahwa dan penentang ahwa, Slamet Effendi Yusuf Ketua SC sekaligus pemimpin sidang memberikan kesempatan pada masing-masing pengurus wilayah untuk menyampaikan pandangannya.
Secara bergantian, perwakilan dari 29 pengurus wilayah akhirnya menyampaikan pandangannya. Awalnya, pandangan yang disampaikan dilakukan dengan cara santun.
Namun giliran Pengurus Wilayah Riau, suasana mulai memanas karena pandangannya tentang ahwa, disampaikan dengan nada yang agak keras. “Saya kira kiai-kiai yang menyusun tatib ini ndak paham, tatib ini harus diubah biar kiai-kiai ndak kualat,” ujarnya.
Karena menyudutkan dan mengejek kiai, Slamet Effendi Yusuf yang memimpin sidang langsung minta Banser dan Pagar Nusa (pendekar NU) untuk mengeluarkan perwakilan dari Riau tersebut. “Banser amankan orang ini, dia telah mengejek kiai, keluarkan dari arena muktamar,” kata Slamet.
Saat itu, suasana mulai memanas, aksi saling ejekpun terjadi. Bahkan diantara peserta juga terlibat aksi saling dorong. Beruntung aksi ini segera bisa didamaikan sehingga pembahasan tata tertib bisa dilanjutkan.
Situasi yang mulai mencair ini kembali dibuat panas ketika giliran Pengurus Wilayah Kepulauan Riau menyampaikan pandangannya. Sama dengan dari Riau, perwakilan dari Kepulauan Riau ini juga dengan tegas menolak ahwa.
“Kami dengan tegas menolak ahwa, apalagi kami juga telah menangkap pembawa bungkusan yang akan dibagikan ke peserta untuk mendukung ahwa,” ujarnya.
Tak hanya itu, perwakilan dari Kepulauan Riau ini juga menyebut beberapa pengurus PBNU adalah dalang dibalik kisruh muktamar kali ini.
Pernyataan keras ini kembali memancing reaksi peserta lainnya sehingga Slamet Effeni Yusuf yang memimpin sidang kembali minta banser untuk segera mengeluarkan perwakilan Kepulauan Riau tersebut dari arena Muktamar.
Dengan dihentikannya proses pembahasan tata tertib, maka memasuki hari kedua Muktamar belum ada satupun agenda Muktamar yang berhasil diselesaikan. Padahal tata tertib adalah agenda pertama dalam Muktamar yang rencananya akan digelar hingga tanggal 5 Agustus ini.
Sekadar diketahui, pendukung ahwa umumnya adalah kubu dari KH Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU incumbent. Sedangkankan penetang ahwa adalah kubu dari KH Hasyim Muzadi, yang kemungkinan tidak bisa maju sebagai rois aam, jika menggunakan konsep ahwa.
Apalagi, jika konsep ahwa ini disetujui, maka pemilihan rois aam akan dilakukan oleh sembilan ulama yang telah ditentukan. Para ulama yang ditentukan ini kemungkinan akan diambilkan dari ulama pendukung ahwa yang tentunya tidak menguntungkan bagi kubu KH Hasyim Muzadi.
Sementara itu, M Nuh, Akwan PBNU menyayangkan kericuhan yang terjadi. “Ini forum ulama, kericuhan semacam ini akan menodai kesakralan muktamar,” kata mantan Menteri Pendidikan ini.
Dia berharap kericuhan semacam ini tidak terulang lagi sehingga muktamar bisa berjalan lancar dan hasilnya bisa menjadi acuan bagi warga NU. (fik)