Jumat, 22 November 2024
Cak Ikin: Regulasi HAKI di Indonesia Sekadar Formalitas

Pemkot Surabaya Pernah Gunakan Karakter Culoboyo Tanpa Izin Cak Ikin

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Karakter Animasi Film Culoboyo Juniol karya Cak Ikin. Foto: gatstu.blogspot.com

Meski sudah ada regulasi yang melindungi Hak Atas Karya Intelektual (HAKI) di Indonesia, tapi kasus pelanggaran HAKI masih sering ditemukan. Tidak terkecuali, para pelaku industri kreatif di Surabaya.

Salah satu pelaku usaha kreatif Surabaya yang telah beberapa kali menjadi korban pelanggaran HAKI adalah Muhammad Sholikin animator alumnus ITS yang telah menelurkan beberapa karya animasi berjudul Suroboyo dan Culoboyo Juniol.

Baru-baru ini, karakter Culoboyo Juniol yang diputar perdana pada 2010 lalu, digunakan oleh Relawan Pemuda Produktif, Inovatif, dan Solutif (PIS) pendukung pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya Risma-Whisnu.

Sebelumnya, cak Ikin, panggilan akrab Muhammad Sholikin ini mengaku sudah dua kali karyanya digunakan tanpa seizin dirinya sebagai pembuat karakter animasi yang telah dikenal luas di Surabaya itu. Padahal, Cak Ikin sendiri telah memegang hak paten karakter bikinannya.

“Dulu pernah ada perusahaan yang menggunakan karakter Suroboyo. Sudah saya temui, tapi tidak masalah. Karena perusahaannya juga bukan perusahaan besar,” katanya kepada suarasurabaya.net, Minggu (8/11/2015).

Pelanggaran Hak Cipta itu, kata Cak Ikin, terjadi pada tahun 2009. Pada awal-awal animasi Suroboyo mulai dikenal oleh masyarakat Surabaya. Belum lama ini, justru Pemerintah Kota Surabaya yang menggunakan karakter Culoboyo Juniol tanpa seizin dirinya.

“Dipakai logo di bus toilet. Ada beberapa di balai kota dan di kawasan Pemkot,” ujarnya. Pelanggaran kali ini, tidak ada penyelesaian sampai saat ini.

Saat itu, Cak Ikin menyindir pelanggaran ini secara tidak langsung. Sebagaimana saat Culoboyo digunakan tanpa izin oleh Relawan Pemuda PIS, dia menulis melalui akun media sosial. Tidak lama kemudian, salah seorang pegawai SKPD pemkot Surabaya sempat mengiriminya pesan.

“Katanya nanti ada yang akan mengurusnya, tapi kemudian tidak ada kabar lagi. Saya memang tidak berniat menegur langsung, saya maunya Pemkot yang meminta maaf secara langsung,” katanya.

Cak Ikin menyayangkan hal ini. Menurutnya, apabila Pemkot memang membutuhkan desain karakter untuk logo atau apapun, kenapa tidak mengajak bekerjasama salah satu atau beberapa arek-arek Suroboyo yang memang menggeluti dunia desain kreatif.

“Selama ini tidak pernah. Untuk karakter seperti itu, karena kebetulan saya ini juga animator, desain karakter adalah bagian dari pembuatan film animasi,” kata pria yang aktif dalam komunitas film independen di Surabaya ini.

Mengingat kasus-kasus pelanggaran HAKI seperti yang terjadi pada dirinya, Cak Ikin mengatakan bahwa regulasi HAKI di Indonesia sepertinya hanya sebagai formalitas saja.

“Hanya formalitas saja. Ya, bagaimana ya, karena kasusnya masih banyak. Enggak usah jauh-jauh, kasusnya Pak Raden saja, kita tahu bagaimana nasib Pak Raden dulu. Apalagi saya,” ujarnya.

Tidak hanya itu, regulasi HAKI di Indonesia menurutnya tidak melindungi pencipta aslinya.

“Setahu saya, kalau kita belum mendaftarkan hak cipta, kemudian ada orang lain yang mendahului daftarkan karya kita, kita kalah. Kalau di luar negeri, tapi saya tidak yakin betul ya, saat kita menunjukkan bukti-bukti kita pernah mengeluarkan karya itu, masih bisa menang,” katanya.

Masalah HAKI ini memang meresahkan para pelaku industri di Indonesia. Terutama para pelaku industri kreatif. Apalagi, Triawan Munaf Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia mengakui bahwa HAKI di Indonesia masih belum aman.

“Betul, untuk Intelektual Property di Indonesia belum aman,” ujarnya dalam Munassus Hipmi di Hotel JW Marriot, Sabtu (7/11/2015) lalu.

Demi melindungi hak atas karya intelektual ini, Bekraf pun membentuk Satgas Pembajakan bersama asosiasi musik, film, dan asosiasi industri kreatif lain di Indonesia untuk melakukan pendampingan saat melakukan gugatan hukum pelanggaran HAKI.

“Satgas ini untuk mendampingi pengadu, mengajukan pengaduan itu bersama-sama, dengan bukti-bukti yang solid, sampai ke tahap penyidikan,” ujar Triawan.

Ini memang sudah seharusnya dilakukan. Apalagi, tidak lama lagi pelaku industri kreatif di Indonesia bersaing tidak hanya dengan sesama kreator asal Indonesia, di masa Masyarakat Ekonomi ASEAN. (den/dop)

Teks Foto:
-Ilustrasi Hak Atas Karya Intelektual atau Intelectual Property.

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs