Maurin Sitorus Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan pemerintah akan menerbitkan peraturan presiden terkait kemudahan perizinan pembangunan perumahan di Tanah Air.
“Untuk melaksanakan penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan akan diterbitkan Peraturan Presiden tentang kemudahan perizinan dan tata cara pencabutan izin pembangunan,” kata Maurin Sitorus dalam rilis Komunikasi Publik Kementerian PUPR di Jakarta seperti dilansir Antara.
Menurut dia, hal tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam rangka agar pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) berjalan lancar dan cepat.
Ia mengemukakan, saat ini proses perizinan pembangunan perumahan skala besar (lebih dari 25 hektare) memerlukan 42 perizinan dengan memakan waktu paling cepat 26 bulan.
Sedangkan skala kecil (di bawah 25 hektare), lanjutnya, memerlukan 21 perizinan dengan waktu paling cepat 16 bulan.
Untuk meningkatkan iklim investasi, pemerintah berupaya mengambil langkah strategis dengan memangkas alur perizinan menjadi 8 jenis perizinan dengan waktu paling lambat 14 hari kerja untuk skala besar dan 9 hari kerja untuk skala kecil.
Selain itu, menurut Maurin, jenis perizinan yang masih diperlukan dari pemerintah kabupaten/kota yang sudah sudah dibahas dengan Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri adalah izin lingkungan setempat, izin rencana umum tata ruang, izin pemanfaatan lahan, izin prinsip, izin lokasi, izin badan lingkungan hidup, izin dampak lalu lintas, dan izin pengesahan “site plan”.
Sebelumnya, Indonesia Property Watch (IPW) mengingatkan pemerintah agar benar-benar fokus pada pengembangan perumahan menengah-bawah yang dinilai bisa menyelamatkan sektor properti yang mengalami penurunan penjualan pada tahun 2015.
“Perumahan segmen menengah-bawah dapat menjadi penyelamat dalam menahan kondisi pasar perumahan agar tidak terjun bebas,” kata Ali Tranghanda Direktur Eksekutif IPW di Jakarta, Selasa (6/10/2015).
Oleh sebab itu, pemerintah dapat mempercepat program pembangunan sejuta rumah yang memang dipersiapkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah di berbagai daerah.
Percepatan tersebut, lanjut dia, dapat dilakukan dengan memperbanyak sumber dana yang harus disiapkan, mengingat bahwa dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp5,1 triliun untuk membiayai 68 ribu unit rumah telah habis terpakai per Juli 2015, sedangkan permintaan masih cukup banyak.
“Selain itu, aturan uang muka sebesar 1 persen belum sepenuhnya dapat terlaksana di lapangan dengan berbagai syarat yang ditetapkan,” katanya.
Ia memaparkan bahwa kondisi ekonomi saat ini membuat konsumen perumahan, baik segmen menengah-atas atau segmen menengah-bawah turut melakukan aksi penundaan pembelian rumah.
Pemantauan yang dilakukan IPW di beberapa lokasi bahkan terjadi diskon harga rumah hampir mencapai 30 persen. Namun hal tersebut tidak dapat mengerek penjualan.
“Meskipun hal ini tidak dapat menggambarkan kondisi pasar perumahan secara umum, namun fenomena ini harus disikapi pemerintah lebih serius untuk menghindari keterpurukan pasar perumahan secara nasional lebih dalam lagi,” ucapnya. (ant/dwi)