Sumali Ketua Kelompok Nelayan Mandiri Kenjeran mengatakan, meminta hasil pertemuan dengan Dinas Pertanian Kota Surabaya dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa ditindaklanjuti secara konkrit.
Dalam koordinasi itu, kata Sumali, para nelayan diminta memasang tali yang disusun silang sebagai penghalang agar hiu paus tidak masuk jaring. Tapi, Sumali mengatakan, jika tali tidak dibelikan, tidak mungkin para nelayan membeli sendiri.
“Biar pemkot dan kementerian yang membelikan tali diameter 12 mili. Setiap nelayan harus dikasih satu rol dengan panjang 12 meter. Karena untuk membeli tali itu harganya Rp 1,5 juta, nelayan tidak mungkin mampu,” katanya kepada suarasurabaya.net, Senin (26/10/2015).
Sumali juga sudah berupaya koordinasi dengan teman-teman nelayan untuk penyelamatan hiu ini. Bahkan, para nelayan sudah melakukannya dengan menyobek jaring jika kedapatan ada hiu yang masih hidup di dalam jaring.
“Hiu masuk jaring, terperangkap awalnya dalam keadaan hidup. Kalau tidak segera disobek, pasti mati. Kalau masuknya masih satu jam mungkin masih hidup, tapi kalau dua jam lebih, insangnya sudah kena jaring maka akan mati,” katanya.
Dia bersama nelayan lain sering koordinasi untuk mengecek jaring. Untuk itu, dia juga berharap agar ada saling mengecek saat memasang jaring.
“Kalau bertetangga saling kerjasama, jika lima jam ditinggal di rumah, minimal sudah tiga jam harus menengok jaringnya,” katanya.
Sumali menceritakan pengalamannya, bahwa hampir setiap hari para nelayan bertemu hiu tutul ini. “Setiap hari ketemu di bulan-bulan ini. Kita biasa beriringan, ketika arus kuat dia larinya kencang ketika arus tenang dia pelan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, sudah dua pekan ini sedikitnya 5 ekor Hiu Paus mati karena terperangkap jaring nelayan, karena tengah migrasi dari Probolinggo ke Surabaya untuk mencari makan.(bid/iss/ipg)