Indonesia gagal masuk Internasional Developmen Gold (IDG) dan salah satu penyebabnya adalah karena tingginya angka kematian bayi dan gizi buruk.
Enggia Ermani pimpinan pusat lembaga kesehatan (PPLK) NU mengajak para mubalig dan tokoh agama ikut mensosialisasikan pentingnya kesehatan keluarga.
Dalam berceramah, jangan hanya bicara soal surga dan neraka tapi juga bicara soal kesehatan.
“Untuk mewujudkan keluarga sejahtera, masalah kesehatan ini akan menjadi bagian yang tak terpisahkan,” kata Enggia.
Pendapat sebagian masyarakat yang menyebutkan masalah kesehatan ibu dan bayi serta gizi menjadi tanggung jawab perempuan, harus diubah.
“Pemikiran atau pendapat seperti ini tidak benar. Laki laki harus ikut berperan, jangan hanya memilih enaknya,” kata Enggia yang merangkap sebagai Sekjen PP Fatayat NU di Jakarta ketika dihubungi suarasurabaya.net, Selasa (15/9/2015) tadi.
Masalah kesehatan ibu dan bayi serta gizi buruk akan dibahas pula dalam kongres Fatayat NU di Surabaya pada 19 September 2015.
Ke depan Fatayat NU akan menggandeng para mubalig untuk mensosialisasikan masalah kesehatan keluarga dengan menyelipkan kurikulum kesehatan dalam materi ceramah.
“Kesehatan mendapat tempat yang istimewa. Karena pada jasmani yang sehat terletak jiwa yang sehat. Mensana in corpre sano,” kata sarjana kesehatan masyarakat UI yang aktif di fatayat sejak remaja.
Enggia menilai, anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan gizi dan menekan kematian bayi terlalu kecil.
Dari Rp100 trliun dana APBN, yang dialokasikan untuk Kementrian Kesehatan Rp2,5 triliun yang dugunakan untuk peningkatan kesehatan ibu dan mengatasi gizi buruk. (jos/dwi)
Teks Foto:
– Enggia Ermani pimpinan pusat lembaga kesehatan (PPLK) NU
Foto: Jose Asmanu suarasurabaya.net