Sungai yang berada di dekat kehidupan masyarakat, saat ini sepertinya tidak lagi dianggap punya relevansi dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sungai justru dianggap pembawa bencana.
“Banjir, longsor, selalu sungai yang dianggap menjadi penyebabnya. Masyarakat sudah tidak lagi memiliki daya untuk membuat sungai menjadi lebih punya peran dalam kehidupannya. Ini memprihatinkan,” ujar Wawan Some Aktivis Nol Sampah.
Padahal, kata Wawan, di masa lalu sungai memiliki peran penting bagi kehidupan manusia serta masyarakat di sekitarnya. Bagian dari perkembangan kehidupan itu sendiri.
“Sungai Brantas dan warga masyarakat yang mendiami lingkungan di sekitarnya di masa lalu menjadi semacam relasi saling menguntungkan. Simbiosis mutualisme. Tapi sekarang itu tidak ada lagi,” kata Wawan.
Sedangkan Sungai Brantas hingga hari ini memang masih ada. “Tetapi kondisinya memang sudah jauh berbeda dengan kondisi di masa lalu. 10 hingga 20 tahun lalu Sungai Brantas berbeda dengan hari ini,” tukas Wawan.
Untuk itu, sejumlah lembaga dan aktivis menjadwalkan menggelar sarasehan membahas sungai, khususnya di Jawa Timur dan di seluruh Indonesia pada umumnya.
Dijadwalkan sarasehan itu menjadi bagian dari pra Kongres Sungai Indonesia 2015. “Karena masyarakat memang harus terus menerus diingatkan tentang keberadaan sungai di lingkungannya,” tegas Wawan.
Jika tidak, maka jangan berharap sungai-sungai besar yang sekarang menjadi bagian dari kebutuhan air bagi masyarakat akan memberikan sumber air bagi masyarakat. “Ini sangat penting,” pungkas Wawan Some pada suarasurabaya.net.
Menandai keseriusan berbagai elemen masyarakat, institusi dan aktivis peduli sungai, digelar aksi teaterikal tentang manusia dan keterkaitannya dengan sungai yang sudah penuh sampah di kawasan pintu air Sungai Kalimas Kayun, Surabaya, Senin (27/7/2015).(tok/ipg)