Minggu, 24 November 2024

Manusia Perahu Pura-Pura Sebagai Rohingya untuk Dapat Bantuan

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan

Panglima militer Myanmar mengatakan sebagian “manusia perahu”, yang mendarat di Malaysia dan Indonesia bulan ini, diduga berpura-pura sebagai warga Rohingya untuk mendapatkan bantuan PBB dan banyak di antaranya pelarian dari Bangladesh, kata media pemerintah, Jumat (22/5/2015).

Pernyataan itu dibuat setelah Amerika Serikat mengecam Myanmar atas kegagalannya mengatasi penyebab bencana itu, yang menurut pengamat berakar dari penolakan Myanmar mengakui Rohingya, suku kecil tinggal di Myanmar barat, sebagai warga negara.

Sebagian besar dari 1,1 juta penduduk Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan dan hidup dalam kondisi seperti apartheid. Sekitar 140.000 orang mengungsi dalam bentrokan berdarah dengan warga Buddha di provinsi Rakhine di wilayah barat pada 2012, lansir Antara.

Badan-badan PBB mendesak pemerintah di kawasan itu untuk melindungi ribuan imigran yang terdampar dalam kapal-kapal di Teluk Benggala dan Laut Andaman dengan persediaan makanan dan air yang terus menipis.

Ratusan imigran, termasuk Rohingya dari Myanmar dan warga Bangladesh, yang lari menghindari kekerasan dan kemiskinan di negara asal, diusir balik ke laut oleh Thailand, Malaysia dan Indonesia pada Mei.

Banyak di antaranya sakit dan menghadapi masalah kelaparan.

Min Aung Hlaing Jendral senior Myanmar dalam pertemuannya dengan Antony Blinken Wakil Menlu AS, Kamis (21/5/2015), “mengindikasikan sebagian besar korban diperkirakan mengasumsikan diri mereka sendiri sebagai Rohingya dari Myanmar dengan harapan menerima bantuan dari UNHCR”, kata harian Global New Light of Myanmar.

Ia mengutip laporan bahwa para manusia perahu itu berasal dari Bangladesh.

“Saya tekankan perlunya menyelidiki negara asal mereka daripada menuduh sebuah negara,” demikian dilaporkan harian itu.

Blinken menekankan perlunya Myanmar mengatasi penyebab migrasi tersebut, “termasuk diskriminasi dan kekerasan berlatarbelakang rasial dan relijius”.

Warga Rohingya sejak lama sudah mengeluhkan diskriminasi pemerintah di Myanmar dan ditolaknya kewarganegaraan mereka. Myanmar membantah diskriminasi terhadap etnik tersebut dan mengatakan hal itu bukanlah sumber masalah.

Najib Razak, Perdana Menteri Malaysia, Kamis, menjanjikan bantuan dan memerintahkan angkatan laut untuk menyelamatkan ribuan orang yang terkatung-katung di lautan. Sementara pejabat Thailand mengatakan Myanmar telah sepakat untuk menghadiri konferensi darurat untuk membicarakan krisis itu.

Pemerintah Malaysia dan Indonesia, Rabu (20/5/2015), mengumumkan tidak lagi menolak perahu pengungsi, sebagai tanggapan atas desakan dunia, dan menawarkan penerimaan sementara sebanyak 7 ribu imigran yang saat ini masih terkatung-katung di lautan, tapi tidak lebih dari itu. Dalam waktu setahun sebelum mereka dipindahkan atau dipulangkan.

Kedua negara juga mengatakan bahwa tempat perlindungan sementara akan didirikan untuk menampung para imigran, namun Thailand yang selama ini menjadi titik transit bagi imigran yang ingin ke Malaysia untuk bekerja mengatakan, mereka tidak akan mengikuti langkah itu.(ant/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
27o
Kurs