Siti Zuhro peneliti dan pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi) mengatakan, Majelis kehormatan DPR RI (MKD) menghadapi ujian cukup berat dalam menangani kasus dugaan pencatutan nama Presiden terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Kasus yang menjadi sorotan publik ini menyeret nama Setya Novanto Ketua DPR RI yang merupakan politisi partai Golkar.
Dua nama ini saling serang dan melapor ke Bareskrim Polri masalah pencemaran nama baik.
Sudirman Said Menteri ESDM melaporkan Setya Novanto karena mencatut nama Presiden untuk mendapatkan saham PT Freeport.
Setya Novanto menuding Sudirman Said melanggar UU dengan mengirim surat kepada petinggi Freeport, seakan-akan pemerintah akan memperpanjang kontrak karya Freeport melalui regulasi UU.
Dalam pengamatan Siti Zuhro, nuansa politiknya lebih kental dari pada upaya mengurai persoalan ini dengan hati jernih demi kepentingan bangsa.
Bagi lawan politik Setya Novanto seakan-akan hanya ada satu pilihan, politisi Partai Golkar harus mundur sehingga ada peluang untuk memperebutkan posisi ketua parlemen yang menjadi incaran partai pemenang pemilu PDI Perjuangan.
Gaduhnya itu di sini, kata pengamat politik LIPI, waktu dihubungi melalui ponselnya, Kamis (26/11/2015).
Jusuf Kalla Wakil Presiden mengapresiasi keinginan masyarakat agar sidang majelis kehormatan dewan (MKD) digelar secara terbuka agar semua pihak melihat apa sebenarnya yang terjadi. Karena ini menyangkut nama presiden dan wakil presiden.
Fadli Zon Wakil Ketua DPR mempersilakan MKD menggunakan wewenangnya yang telah diatur oleh Undang-undang. Bekerjalah atas dasar nilai nilai kejujuran. Salah katakan salah, benar katakan benar. (jos/dwi/ipg)