Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) berharap penetapan tarif angkutan tidak hanya dibahas di Kementerian Perhubungan, melainkan juga harus melibatkan kementerian perdagangan serta beberapa kementerian lainnya.
“Tarif angkutan itu harusnya tidak melulu urusan kementerian perhubungan dan dinas perhubungan, tapi bagaimana kementerian perdagangan dan dinas perdagangan juga bisa ikut memikirkan,” kata Said Utomo, Ketua YLPK, Rabu (21/1/2015).
Dia mencontohkan, meski harga BBM saat ini turun, faktanya harga sparepart, harga ban, oli, serta perawatan kendaraan juga masih tinggi. Fungsi Kementerian perdagangan adalah bagaimana ikut menekan harga barang sehingga tarif angkutan bisa menyesuaikan.
Sesuai undang-udang perdagangan nomor 7 tahun 2014, kata Said, tugas menstabilkan harga di pasar adalah kewenangan kementerian perdagangan serta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan demikian, penentuan tarif angkutan harusnya juga bisa melibatkann kementerian perdagangan.
Sementara itu terkait keputusan menurunkan tarif 5 persen untuk Angkutan Antara Kota Dalam Provinsi, Said berharap pengelola Bus bisa mematuhinya.
“Kalau bisa pemilik bus bisa menurunkan lebih dari 5 persen sehingga bisa berikan kemakmuran bagi masyarakat Jatim,” kata Said.
Sekadar diketahui, pemerintah Jawa Timur menetapkan penurunan tarif AKDP sebesar 5 persen. Dengan penurunan ini, tarif normal untuk AKDP yang semula Rp134 perkilometer perpenumpang, menjadi Rp127,26 perkilometer perpenumpang.
Sementara untuk tarif batas bawah aturannya adalah 20 persen lebih rendah dari tarif normal. Sedangkan tarif batas atas adalah 30 persen lebih tinggi dari tarif normal.(fik/rst)