Banyak korban bencana erupsi Gunung Merapi 2010 di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang telah direlokasi ke hunian tetap yang lebih aman, kembali ke tempat tinggal asalnya di kawasan rawan bencana III.
“Memang banyak warga yang telah direlokasi di hunian tetap (huntap) kembali ke tempat asalnya di kawasan rawan bencana (KRB) III untuk beraktifitas seperti sebelum terjadi bencana, khususnya aktifitas yang berkaitan dengan ekonomi keluarga,” kata Edy Sriharmanta Camat Cangkringan, Senin (12/10/2015) seperti dilansir Antara.
Menurut dia, sejak beberapa waktu lalu banyak warga yang melakukan perbaikan rumah mereka yang dulunya rusak terkena bencana erupsi Gunung Merapi.
“Seperti di dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, banyak rumah warga yang tidak rusak total. Mereka memperbaikinya. Jadi, mereka kadang tinggal di huntap juga kebalikannya. Kalau untuk jumlah total warga yang masih tinggal di KRB III, sekitar 400 kepala keluarga,” katanya.
Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menilai warga yang tak direlokasi dan masih tinggal di KRB III Merapi, lebih bahagia dan merasa nyaman.
“Bahkan, kehidupan warga yang tidak relokasi ini lebih baik dibandingkan mereka yang direlokasi ke huntap,” kata Suparlan anggota Dewan Daerah Walhi DIY.
Menurut dia, bukti tersebut dapat dilihat dari mereka yang masih tinggal di KRB III, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
“Di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, dan Srunen itu juga terkena bencana. Mereka pulih secara mandiri. Mereka yang selama ini menolak relokasi, hidup bahagia dan nyaman,” katanya.
Ia mengatakan, selama ini konsep relokasi hanya mementingkan perpindahan tempat tinggalnya saja. Sementara, kebutuhan dasar mereka sampai kini belum terpenuhi.
“Diantaranya seperti mata pencaharian, sosial, dan budaya belum bisa dicukupi. Kalau hanya terpenuhi pemindahan tempat tinggalnya saja seusai bencana, ini malah menjadi bencana baru,” katanya.
Suparlan mengatakan, dampak dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut, adalah mereka akan kebingungan dan kesulitan melakukan penyesuaian dengan lingkungan yang baru.
“Mereka yang tinggal di huntap, mempunyai mobil dan pakaian bagus jangan dianggap sudah sejahtera. Pola hidup mereka berubah. Seperti ditempatkan di hotel yang mewah. Semisal saja, saat ini untuk memelihara ayam saja menjadi sungkan. Karena akan masuk ke rumah pekarangan tetangganya yang berdekatan. Kemudian, biaya hidup yang lebih tinggi. Saat ini pedagang asongan sudah banyak masuk ke huntap. Biaya hidup lebih tinggi di huntap ini mengubah kultur budaya masyarakat. Kultur budaya sosial masyarakat lereng Merapi, ikut luntur,” katanya.
Bukan tidak mungkin, kata dia, mereka yang saat ini tinggal di huntap akan berangsur menempati rumahnya di kawasan terlarang KRB III.
“Sangat mungkin terjadi mereka akan kembali menempati KRB III. Kalau tidak ada sumber pangan, pasti kembali ke kehidupannya yang dulu. Pemerintah harus koreksi, jangan hanya membuat huntap saja,” katanya. (ant/dwi)